1. KORUPSI
Contoh Kasus :
     Kasus Bank Century
      Terbongkarnya kasus skandal
Bank Century berawal dari celetukan anggota DPR saat menggelar rapat
      dengan
Kementerian Keuangan untuk membahas RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).
Anggota
      DPR yang sebelumnya buta informasi atas pengucuran bailout kepada
Century, iseng bertanya kepada
      jajaran pimpinan Kemenkeu. Mereka terkaget-kaget saat pimpinan Kemenkeu menyampaikan
bahwa
      bailout kepada Bank Century mencapai Rp 6,7 triliun. Wakil Ketua Umum
Partai Amanat Nasional (PAN)
      Dradjad Wibowo mengisahkan itu. Peristiwa awal
terbongkarnya Century itu sekitar Juli 2009 atau enam
      bulan setelah Century
mendapatkan bailout sebesar Rp 6,7 triliun. Dradjad yang waktu itu masih
menjadi
      anggota Komisi XI DPR RI, awalnya hanya mendapat kabar burung adanya
bailout Century senilai Rp 1,3
      triliun. Informasi yang diterima Dradjad terkait
bailout itu pun terus berkembang. Terakhir pada Juli 2009
      tersebut, Dradjad
menerima kabar bailout Century sebesar Rp 2,4 triliun. Sekitar Juli 2009, Komisi
XI DPR
      RI menggelar rapat dengan pimpinan Kementerian Keuangan di Hotel
Sheraton, Bandara Soekarno-Hatta,
      Jakarta. Rapat itu pun untuk membahas RUU
JPSK yang salah satu usul pemerintah yakni menjamin
      produk pasar modal agar
ditanggung dalam RUU JPSK. Sri Mulyani tidak bisa hadir karena sedang ada
      tugas
ke luar kota. Kemenkeu diwakili Sekjennya yakni Mulia Nasution dan Fuad Rahmany
yang waktu itu
      menjabat Ketua Bapepam. Namun sebagian besar anggota Komisi XI
DPR menolak RUU tersebut. Untuk
      mencari solusinya, jajaran Kemenkeu mengundang
dialog dengan Komisi XI DPR di Hotel Sheraton
      Bandara. Namun tetap saja Komisi
XI DPR bergeming. Rapat deadlock. Di sela-sela rapat tersebut, tiba-tiba
      anggota Komisi XI Dradjad lupa siapa yang ia maksudkan tiba-tiba menyeletuk.
Rekannya di DPR itu
      kemudian mengatakan, jangan sampai produk Pasar Modal
mendapatkan bailout seperti gosip Century
      yang dapat Rp 2,4 triliun. Karena
deadlock, anggota Komisi XI meminta Sri Mulyani dihadirkan. Drajad
      masih ingat
betul, ketika itu rapat pada hari Jumat. Sri Mulyani yang baru tiba dari luar
kota langsung
      bergabung ke rapat di Hotel Sheraton Bandara. 
      Analisis
:
     Masalah yang sesungguhnya terjadi pada Bank
Century ketika munculnya dana bailout                       yang menjadi kejanggalan dalam neracanya
yang mulai terungkap. Sebenarnya dana bailout untuk century memang diperlukan,
namun dibalik itu fakta kinerja dan tata cara Bank Century yang sangat       buruk
menyebabkan kekacauan reksadana Antaboga Delta sekuritas yang dikeluarkan oleh
Bank         Century. kini RUU JPSK harus mampu melindungi perbankan yang diimbangi
dengan                         pengawasan dan tindakan tegas bagi pelanggar peraturan BI dan menjamin
produk pasar modal           agar ditanggung dalam RUU JPSK tersebut.
2.  
PEMALSUAN
Contoh Kasus :
     Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
      Transparansi serta kejujuran
dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah
      reformasi
ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik
negara, yakni PT.
      Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan
yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia
      mengumumkan bahwa keuntungan sebesar
Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati,
      sebenarnya ia
harus dinyatakan menderita
kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Kerugian ini terjadi karena PT. Kereta Api
Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi,
dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan.
Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan
dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam
pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini. Di lain
pihak, PT. Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut
hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak
tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang
tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT.
Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63
milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang yang
tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT. Kereta Api
Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun
tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT. Kereta Api Indonesia telah
terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi
disini.
Analisis :
PT Kereta Api Indonesia tidak boleh
mengabaikan dimensi organisasional penyusunan laporan keuangan dan proses
audit. Setiap bagian lembaga yang ada di dalamnya hendaknya diberi pemahaman
masalah esensial akuntansi dan keuangan yang ada agar tidak terjadi kesalahan
dalam menangani akuntansi serta keuangan secara khusus. Upaya ini penting untuk
dilakukan guna membangun kesepahaman (understanding) diantara seluruh unsur
lembaga. Selanjutnya, soliditas kelembagaan diharapkan tercipta sehingga
mempermudah penerapan sistem pengendalian manajemen di dalamnya.
3.   PEMBAJAKAN
Contoh Kasus :
     Pembajakan di Industri Musik dan Film
Indonesia
     Kasus pembajakan dalam industri musik dan
film di Indonesia sudah menjadi sesuatu yang biasa di masyarakat umum namun
sesungguhnya hal tersebut sangat merugikan bagi para pelaku bisnis di industri
musik dan film di Indonesia, namun karena lemahnya pengawasan pemerintah dan
kurang tegasnya tindakan hukum bagi oknum-oknum pelaku pembajakan, membuat para
pelaku tidak jera terhadap perbuatannya. Banyaknya kios-kios yang menjual
barang-barang bajakan membuat semakin pelik masalah pembajakan di indonesia.
     Analisis
:
      Etika Bisnis merupakan cara
untuk melakukan kegiatan bisnis yang mencakup seluruh aspek yang
      berkaitan
dengan individu, perusahaan, dan juga masyarakat. Dalam kasus diatas
mencerminkan etika
      bisnis yang buruk, orientasi pada keuntungan semata sehingga
melupakan aspek-aspek lainnya. Melanggar
      aturan dan perundang-undangan menjadi
hal biasa sehingga hukum tidak menjadi hal yang menakutkan
      bagi para pelaku
kejahatan pembajakan. Oknum-oknum tersebut berkilah mereka menjual barang
bajakan
      karena banyaknya permintaan masyarakat terhadap barang tersebut, namun
hal tersebut bukan menjadi
      alasan untuk menjalankan
bisnis yang melanggar etika bisnis karena apabila oknum-oknum tersebut tetap
      pada koridor etika bisnis maka masyarakat akan membeli barang yang asli. Maka
dari itu semua kalangan
      dan pemerintah khususnya harus menerapkan aturan dan menjalankan aturan
yang ada sehingga
     kejahatan pembajakan karya cipta dapat di minimalisir.
4.  DESKRIMINASI
GENDER
     Contoh Kasus :
     Beberapa penyebab yang
menimbulkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam  
     pekerjaan, di antaranya
:
a.             Adanya tata nilai sosial
budaya dalam masyarakat Indonesia yang umumnya lebih mengutamakan      laki-laki
daripada perempuan (ideologi patriaki).Kedua, adanya bias budaya yang memasung
posisi perempuan sebagai pekerja domestik atau dianggap bukan sebagai pencari
nafkah utama dan tak pantas melakukannya. Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan
yang masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum
mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang
Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa
tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak. Dalam hal ini, pekerja wanita
dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan
mempunyai anak.Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal
manusia, misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan
tingkat produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita
adalah kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada
laki-laki.