BAB 3
Manusia dan
Kesusasteraan
A.
Pendekatan
Kesusasteraan
Sastra berasal dari kata castra yang
berarti tulisan. Dari makna asalnya sastra meliputi segala bentuk dan macam
tulisan yang ditulis oleh manusia, seperti catatan ilmu pengetahuan,
kitab-kitab suci, surat-surat, dan undang-undang. Sastra dalam arti khusus yang
kita guakan dalam konteks kebudayaan adalah ekspresi gagasan dan perasaan
manusia. Ilmu budaya dasar yang semula dinamakan Basic Humanities, berasal dari
bahasa inggris The Humanities. Istilah berasal dari bahasa latin Humanus, yang
berarti manusiawi, berbudaya, dan halus. Sastra lebih mudah berkomunikasi
karena pada hakekatnya karya sastra adalah penjabaran abstraksi. Sementara itu
filsafat yang juga menggunakan bahasa adalah abstraksi
B.
Pengertian
Sastra Menurut Para Ahli
1.
Mursal
Esten (1978:9)
Sastra atau kesusastraan adalah
pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan
manusia. Melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap
kehidupan manusia
2.
Semi
(1988:8)
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya
menggunakan bahsa sebagai mediumnya
3.
Panuti
Sudjiman (1986:68)
Sastra sebagai karya lisan atau tulisan
yang memiliki berbagai cirri keunggulan seperti keorisinilan, keartisikan,
keindahan dalam isi, dan ungkapannya
4.
Aristoteles
Sastra sebagai kegiatan lainnya melalui
agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.
C.
Ilmu Budaya
Dasar Yang Dihubungkan Dengan Prosa
Istilah prosa banyak pandangannya.
Terkadang disebut narrative fiction, prose fiction atau fiction saja. Istilah
tadi sering diterjemahkan menjadi cerita rekaan dan didefinisikan sebagai
bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa, dan
alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi.
Dalam kesusasteraan Indonesia kita
mengenal jenis prosa lama dan prosa baru.
Prosa
lama meliputi:
1.
Dongeng
2.
Hikayat
3.
Sejarah
4.
Epos
5.
Cerita
pelipur lara
Prosa
baru meliputi:
1.
Cerpen
2.
Novel
3.
Biografi
4.
Kisah
5.
Otobiografi
D.
Nilai-Nilai
Dalam Prosa Fiksi
Adapun nilai-nilai yang diperoleh
pembaca lewat sastra antara lain:
1.
Prosa
fiksi memberikan kesenangan
Keistimewaan kesenangan yang diperoleh
dari membaca fiksi adalah pembaca mendapatkan pengalaman sebagaimana mengalami
sendiri peristiwa tersebut. Pembaca dapat mengembangkan imajinasinya untuk
mengenal daerah atau tempat yang asing, yang belum dikunjungi selama hidupnya.
Pembaca juga dapat mengenal tokoh-tokoh yang aneh atau asing tingkah lakunya
atau mungkin rumit perjalanan hidupnya untuk mencapai sukses
2.
Prosa
fiksi memberikan informasi
Fiksi memberikan sejenis informasi yang
tidak terdapat di dalam ensiklopedi. Dalam novel sering kita dapat belajar
sesuatu yang lebih daripada sejarah atau laporan jurnalistik tentang kehidupan
masa kini, kehidupan masa lalu, bahkan juga kehidupan yang akan dating atau
kehidupan yang asing sama sekali
3.
Prosa
fiksi memberikan warisan cultural
Prosa fiksi dapat menstimuli imaginasi,
dan merupakan sarana bagi pemindahan yang tak henti-hentinya dan warisan budaya
bangsa
4.
Prosa
memberikan keseimbangan wawasan
Lewat prosa fiksi seseorang dapat
menilai kehidupan berdasarkan pengalaman-pengalaman dengan banyak individu.
Fiksi juga memungkinkan lebih banyak kesempatan untuk memilih respon-respon
emosional atau rangsangan aksi yang mungkin sangat berbeda daripada apa yang
disajikan dalam kehidupan sendiri.
Berkenaan dengan
moral, karya sastra dapat dibagi menjadi dua:
1.
Karya
sastra yang menyuarakan aspirasi zamannya mengajak pembaca untuk mengikuti apa
yang dikehendaki zamannya. Kebanyakan karya sastra Indonesia di zaman jepang
yang dikelompokkan ke dalam kelompok ini.
2.
Karya
sastra yang menyuarakan gejolak zamannya, biasanya tidak mengajak pembaca untuk
melakukan sesuatu, akan tetapi untuk merenung.
E.
Ilmu Budaya
Dasar Yang Dihubungkan Dengan Puisi
Puisi adalah ekspresi pengalaman jiwa
penyair mengenai kehidupan manusia, alam, dan tuhan melalui media bahasa yang
artisik/estetik yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya. Kepuitisan,
keartisikan atau keestetikaan bahasa puisi disebabkan oleh kreativitas penyair
dalam membangun puisinya dengan menggunakan:
1.
Figura
bahasa seperti gaya personifikasi (penjelmaan), metafora (kiasan),
perbandingan, alegori (kiasaan), sehingga puisi menjadi segar dan menarik
2.
Kata-kata
yang ambiguitas yaitu kata-kata yang bermakna ganda
3.
Kata-kata
yang berjiwa yaitu kata-kata yang sudah diberi suasana tertentu, berisi
perasaan dan pengalaman jiwa penyair sehingga terasa hidup
4.
Kata-kata
yang konotatif yaitu kata-kata yang sudah diberi tambahan nilai-nilai rasa dan
asosiasi-asosiasi tertentu
5.
Pengulangan
Adapun alasan-alasan yang mendasari
penyajian puisi pada perkuliahan ilmu budaya dasar adalah sebagai berikut:
1.
Hubungan
puisi dengan pengalaman hidup manusia
Perekaman dan penyampaian pengalaman
dalam sastra puisi disebut “pengalaman perwakilan”. Pendekatan terhadap
pengalaman perwakilan itu dapat dilakukan dengan suatu kemampuan yang disebut
“imaginative entry”, yaitu kemampuan menghubungkan pengalaman hidup sendiri
dengan pengalaman yang dituangkan penyair dalam puisinya.
2.
Puisi
dan keinsyafan/kesadaran individual
Dengan membaca puisi, mahasiswa dapat
diajak untuk menjenguk hati/pikiran manusia, baik orang lain maupun diri
sendiri, karena melalui puisinya sang penyair menunjukkan kepada pembaca bagian
dalam hati manusia, ia menjelaskan pengalaman setiap orang
3.
Puisi
dan keinsyafan sosial
Puisi juga memberikan kepada manusia
tentang pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang terlibat dalam issue
dan problem sosial. Secara imajinatif puisi dapat menafsirkan situasi dasar
manusia sosial yang berupa:
1.
Penderitaan
atas ketidakadilan
2.
Perjuangan
untuk kekuasaan
3.
Konflik
dengan sesamanya
4.
Pemberontakan
kepada hukum tuhan
Puisi-puisi umumnya syarat akan
nilai-nilai etika, estetika dan juga kemanusiaan. Salah satu nilai kemanusiaan
yang banyak mewarnai puisi-puisi adalah cinta kasih yang terdapat di dalamnya
kasih sayang, cinta, kemesraan, dan renungan.
Daftar Pustaka:
1.
Widoyo
Nugroho, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta. 1996
2.
Supartono
W, Ilmu Budaya Dasar, Jakata. 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar