Manusia dan Penderitaan
1.
Makna
Penderitaan
Penderitaan
dari kata derita. Kata derita berasal dari kata bahasa sansekerta dhra artinya
menahan atau menanggung sesuatu yang tidak menyenangka. Penderitaan itu dapat
lahir atau batin. Yang termasuk penderitaan antara lain keluh kesah,
kesengsaraan, kelaparan, kekenyangan, dan kepanasan.
Dalam
surah Al-Balad ayat 4 dinyatakan “manusia ialah makhluk yang hidupnya penuh
perjuangan”. Ayat tersebut diartikan bahwa manusia bekerja keras untuk dapat
melangsungkan hidupnya. Untuk kelangsungan hidup ini manusia harus menghadapi
alam (menaklukkan alam, menghadapai masyarakat sekelilingnya, dan tidak boleh
lupa takwa kepada Tuhan. Apabila manusia melalaikan salah satu dari pada-Nya,
maka akibatnya manusia akan menderita. Bila manusia itu sudah berkeluarga, maka
penderitaan juga dialami oleh keluarganya. Penderitaan semacam itu ada dalam
kehidupan sehari-hari. Baik dikota-kota maupun di desa, bila orang malas bekerja
tentu ia akan menderita hidupnya.
Hampir
semua karya besar dalam bidang seni dan filsafat lahir dari imajinasi
penderitaan. Epos Ramayana dan mahabarata merupakan cerita yang penuh
penderitaan. Dalam Ramayana, ksatria Rama telah dicalonkan sebagai pengganti
ayahnya di Ayodya, maharaja Dasarata. Karena kedengkian istrinya, Kaikayi yang
berputerakan Bharata, maka Rama harus menjalani pembuangan selama 13 tahun di
hutan. Dalam pengembaraan di hutan dating cobaan. Seorang raksasa sang Dasamuka
berhasil menculik istrinya, Sinta. Sinta dibawa pulang ke Alengka akan
diperistrikannya. Betapa hebatnya penderitaan lahir batin suami istri yang
dipisahkan oleh perbuatan amoral seorang raja raksasa ini.
Dengan
susah payah, sengan persiapan yang memakan waktu cukup lama Rama berhasil
merebutnya. Namun cobaan datang lagi, yaitu kesangsian rakyat akan kesucian
Sinta, yang cukup lama ditahan musuh. Karena kesangsian tersebut, maka Sinta
bersumpah apabila bumi terbelah dan menelan dirinya, itu pertanda bahwa dirinya
suci. Bila tidak, ia ternoda. Kenyataannya bumi terbelah dan segera
tertelangkup lagi setelah menelan Sita. Rama ditinggalkan dalam keadaan merana.
Betapa hebatnya penderitaan yang dialami suami istri itu. Di lain pihak, kita
dihadapkan kepada manusia yang bermoral, mempunya harga diri (Rama), bersikap
tegas, berani karena benar, dan takut karena salah. Juga kita dihadapkan kepada
jiwa wanita yang sangat setia dan berbakti kepada suami,berpendidikan teguh,
percaya pada diri sendiri. Dalam epos Mahabrata pun dihadapkan kepada perbuatan
manusia amoral, tamak, dengki, dan sombong. Mereka menginginkan kembalinya
kerajaan Amarta yang dikuasai Pandawa, dan ingin mencelakakannya.
Dalam
riwayat hidup Budha Gautama yang dipahatkan dalam bentuk relief pada dinding
candi Borobudur kita melihat adanya penderitaan. Biarpun bentuk relief, namun
hati kita pilu dan haru pada saat melihatnya. Seorang pangeran (Sidarta) yang
meninggalkan istana yang bergemerlapan, masuk hutan menjadi Bhiksu dan makan
dengan cara mengemis. Mengembara hutan yang penuh penderitaan dan tantangan.
2.
Makna
Siksaan
Siksaan
tak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Setiap manusia pernah atau akan
menjalani siksaan. Siksaan tak dapat dipisahkan dengan dosa. Siksaan yang
berhubungan dengan dosa adalah siksaan di Hari Kiama, siksaan di neraka
merupakan tugas para ahli agama untuk membicarakan. Sedang yang dibahas dalam
modul ini hanya siksaan manusia yang dialami di dunia fana ini. Siksaan itu
berupa penyakit, siksaan hati, dan siksaan badan oleh orang lain.
Siksaan
manusia ini ternyata juga menimbulkan kreatifitas baik bagi yang pernah
mengalami siksaan atau orang lain yang berjiwa seni yang menyaksikan baik
langsung atau tak langsung. Hal itu terbukti dengan banyaknya tulisan baik
berupa, berita, cerpen, ataupun novel yang mengisahkan siksaan orang. Bahkan
siksaan itu banyak pula yang difilmkan. Dengan membaca hasil seni yang berupa
siksaan kita dapat mengambil hikmahnya. Karena kita dapat menilai arti manusia,
harga dikuasai nafsu setan, kesadisan, dan tidak mengenal perikemanusiaan.
3.
Makna
Rasa Sakit
Segala
macam rasa sakit atau penyakit yang diderita manusia tak dapat dipisahkan dari
kehidupan, karena setiap orang mengalami rasa sakit atau penyakit. Bermacam
rasa sakit yang diderita manusia. Sakit hati, sakit syaraf, dan sakit fisik.
Setiap rasa sakit ada sebabnya, tetapi tidak semua rasa sakit atau penyakit
mudah diketahui sebabnya. Rasa sakit atau penyakit dapat menimbukan daya
kreatifitas manusia. Banyak hasil seni budaya seperti cerpen, novel, film, ataupun
seni foto yang mengungkapkan berbagai rasa sakit.
Rasa
sakit banyak hikmahnya, antara lain dapat mendekatkan diri penderita kepada
Tuhan, dapat menimbulkan rasa kasihan terhadap penderita, dapat menimbulkan
rasa keprihatinan manusia, rasa sosial, dan dermawan. Tiap rasa sakit atau
penyakit ada obatnya. Hanya tergantung kepada penderita atau keluarga
penderita, apa ada usaha atau tidak. Bagi yang berusaha sungguh-sungguh dengan
disertai mendekatkan diri kepada Tuhan dan pasrah kepada-Nya, maka tuhan akan
mengabulkan doa dan usahanya.
4.
Neraka
Neraka
berhubungan erat dengan dosa dan identik dengan salah atau kesalahan. Orang
salah mendapat hukuman. Hukuman identik dengan siksaan. Siksaan adalah rasa
sakit dan rasa sakit adalah penderitaan. Pengertian neraka sering dihubungkan
dengan kematian. Neraka sesudah mati dibahas oleh para agama. Penderitaan dalam
hidup yang sering pula dikatakan “neraka dunia” dibicarakan dalam modul ini.
Banyak
penderitaan yang dialami orang di dunia.
Karena hebatnya penderitaan itu tak ubahnya dengan :neraka” saja. Karena itu
banyak orang mengatakan: si A itu hidupnya sebagai di “neraka” saja. Neraka atau penderitaan
yang hebat itu menimbulkan daya kreatifitas manusia. Banyak seniman yang
menganggap penderitaan yang habit atau neraka sebagai budaya yang menggambarkan
manusia di “neraka”. Selain itu banyak media massa yang mengkomunikasikan
penderitaan yang hebat membuat pilu dan haru pembacanya, sehingga banyak orang
yang mengulurkan tangan ingin meringankan baban penderitaan sesamanya. Karya
budaya, tulisan dan penderitaan dapat mengubah sikap mental manusia.
5.
Beberapa
Kasus Penderitaan
1.
Kasus pertama
Menyimak cerita pada kasus pertama tersebut orang dapat memperkirakan
betapa hebat penderitaan ibu guru Aminah. Kecuali, orang dapat pula
memperkirakan sebab-sebab seseorang menderita. Salah satu bentuk perwujudan
letpan perasaan (emosi) akan penderitaan yang dirasakan terlalu berat. Sebab
penderitaan yang pertama ialah ia terpaksa harus berpisah dengan orang yang
dicintai, walaupun mungkin hanya untuk sementara. Sebab penderitaan yang kedua
adalah adanya konflik antara cirri kepribadiannya dengan suasana lingkungan
yang tidak sesuai dengan yang diharapkan yang telah dibinanya. Dari kasus
pertama itu pula dapat diamati bahwa penderitaan yang berat yang tidak
tertahankan lagi, dapat meletus berupa kemarhan dan tindakan yang eksplosif.
Penderitaan yang tidak tertahankan lagi dapat mendorong timbulnya emosi yang
dapat berakibat menutup pertimbangan-pertimbangan akal sehat.
2. Kasus kedua
Dalam kasus kedua ini sekali lagi dapat
disimak betapa berat penderitaan seseorang yang terpaksa harus berpisah dengan
orang yang dicintai. Jika penderitaan itu dirasakan begitu berat dan sampai
menimbulkan emosi keadaan ini dapat menyebabkan fungsi organ lain tidak dapat bekerja dengan baik baik. Hal ini tampak pada saat Bibi Putrid an Putri sendiri
berpelukan sambil menangis tetapi tidak satu patah katapun yang dapat diucapkan
3. Kasus
ketiga
Dari kasus ketiga ini terlihat bahwa penderitaan dapat pula muncul
akibat adanya konflik antara tuntutan social dengan kepentingan pribadi atau
keluarganya, dan apabila penderitaan itu begitu kuat dapat menyebabkan
munculnya suatu penyakit. Adanya rasa kekhawatiran yang terus menerus dapat
mendoronglahirnya penyakit kecemasan (anxietas) yang ditunjukkan oleh
gejala-gejala: sering sesak nafas, sering berkeringat, dan denyut nadi bejalan
cepat. Memperhatikan interprestasi mengenai ketiga kasus tersebut di atas kiranya
dapat ditarik kesimpulan sementara sbb:
1. Penderitaan
dapat dialami oleh setiap orang
2. Penderitaan
dapat muncul karena adanya konflik antara cirri-ciri kepribadian dengan
kondisi lingkungan yang tidak sesuai
dengan harapannya, berpisah dengan sesuatu yang dicintai, dan adanya rasa ketakutan
3. Penderitaan
terjadi apabila manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (biologis,
psikologis, dan sosial) mengalami hambatan
4. Penderitaan
yang dialami dan dirasakan terlalu berat dapat meningkatkan dan dapat mengganggu jiwa seseorang
5. Penderitaan
itu dapat dihilangkan
6.
Sumber
Penderitaan
1.
Hakikat Manusia
Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk hidup yang memiliki kepribadian yang tersusun dari
perpaduan dan saling hubungan dan pengaruh mempengaruhi antara unsur-unsur jasmani,
dan rohani. Karena itu, penderitaan dapat pula terjadi pada tingkat jasmani
maupun rohani. Di dalam jasmani manusia ada dua unsur yang selalu berhubungan,
yaitu otak dan panca indera. Di dalam otak ada berbagai pusat kemampuan manusia.
Panca indera merupakan alat/jendela/pintu tubuh manusia sehingga manusia mampu
menerima/menangkap segala sesuatu yang berada di lingkungannya
7.
Upaya
Menghindarkan Diri Dari Penderitaan
Kepribadian
psikologis yang sehat dalam arti selalu berada dalam kondisi harmonis, stabil,
dan sabar yang telah dibentuk sejak awal perkembangannya itu seharusnya tetap
dibina sampai akhir hayatnya. Untuk dapat membina kondisi semacam itu
diperlukan suatu pegangan/pedoman hidup. Filsafat jawa yang tersirat di dalam
bait-bait dalam Kalatida menunjukkan cara-cara untuk mencapai kebahagiaan hidup
jasmani dan rohani. Kalatida adalah karya sastra yang disusun oleh pujangga
besar Ronggowarsito. Kalatida itu sebenarnya berisi lukisan kondisi sosial pada
jamannya. Namun, demikian didalamnya tersirat ajaran-ajaran hidup/filsafat
hidup manusia, khususnya manusia Jawa. Ajaran hidup/filsafat hidup itu
khususnya dapat ditemukan pada bait-bait di bawah ini.
Keni
kinarya darsana
Panglimbang
ala lan becik
Sayekti
akeh kewala
Lelakon
kang dadi tamsil
Masalahing
ngaurip
Wahanira
tinemu
Temahan
anarima
Mupus
pepasthining takdir
Puluh-puluh
anglakoni kaelokan
Sumber: Buku Ilmu
Budaya Dasar
Drs.Joko Tri Prasetya,
dkk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar