Selasa, 08 Desember 2015

Bab 7. Manusia dan Keadilan

Manusia dan Keadilan

1.      Makna Keadilan
Keadilan ialah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup kita, maka kita wajib mempertahankan hak hidup tersebut dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan bahwa orang lainpun mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita mengakui hak hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mempertahankan hak hidup kita sendiri. Jadi keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan/keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajibannya (Drs. Suyadi M.P.1986)
Khong Hu Tsu, seorang filosof Cina menuturkan tentang keadilan dan berpendapat “Bila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya, maka itulah keadilan”. Agaknya menyadari akan peranan  masing-masing dari suatu fungsi merupakan suatu keharusan bagi tercapainya suatu keadilan.
Aristoteles mengatakan bahwa keadilan adalah suatu kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan disini diartikan sebagai titik tengah di antara kedua ujung ekstrim yang terlalu kanana dan terlau kiri/terlalu banyak dan terlalu sedikit dari kedua ujung ekstrim tersebut, baik yang menyangkut dua orang maupun dua benda. Plato menganggap bahwa keadilan merupakan kewajiban tertinggi dalam kehidupan Negara yang baik, sedangkan orang yang adil adalah orang yang mampu mengendalikandiri, perasaannya dikendalikan oleh akal sehat. Menurut “Ensiklopedi Indonesia”
Adil:
1. Tidak berat sebelah/tidak memihak kesalah satu pihak
2. Memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya
3. Mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tepat menurut peraturan/syarat dan rukun yang telah di tetapkan. Tidak sewenang-wenang dan tidak maksiat/berbuat dosa.
4. Orang yang berbuat adil, kebalikan dari fasiq. Adil adalah sendi pokokdi dalam soal hukum. Setiap orang harus merasakan keadilan. Perbedaan tingkat dan kedudukan sosial. Perbedaan derajat dan keturunan, tidak boleh untuk dijadikan alasan untuk memperbedakan hak seseorang di hadapan hukum, baik hukum Tuhan maupun hukum yang dibuat manusia. Adil tidak hanya idaman manusia, tetapi juga diperintahkan oleh Tuhan “Dan jika kamu memutuskan perkara, hukumlah antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah cinta kepada orang-orang yang berbuat adil” (Qs. Al-Maidah: 42). “Putuslah mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu turuti hawa nafsu mereka” (Qs. Al-Maidah: 49)

 Ditinjau dari bentuk ataupun sifat-sifatnya, keadilan dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis:
1. Keadilan legal/keadilan moral
 Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras    kepada bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bila setiap anggota melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya. Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan keserasian.
2.   Keadilan distributif
Dalam Negara, pejabat pemerintah harus bersikap dan bertindak adil yaitu tidak memihak, sama hak, bersikap hukum, sah menurut hokum, layak wajar secara moral, maka tidak akan ada kericuhan baik dalam sidang maupun di instansi mana saja.
3.   Keadilan komutatif
Bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Masing-masing warga Negara di wajibkan berbuat adil terhadap sesamanya, artinya melaksanakan hak serta kewajibannya dengan baik dan tidak merusak/ bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat. Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan/ketidakadilan setiap hari. Ada berbagai macam keadilan dalam masyarakat, keadilan legal, keadlian distributif, keadilan komutatif. Pada hakikatnya keadilan-keadilan tercipta mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera dan sentosa.

2.      Kejujuran dan Kebenaran  
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada.
Kebenaran atau benar dalam arti moral berarti tidak palsu, tidak munafik, yakni bila perkataannya sesuai dengan keyakinan batinnya/hatinya. Suatu kebenaran sejati, berlaku bagi setiap orang yang mengetahui. Demikianlah kebenaran dan kejujuran yang dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi adalah kesadaran tentang akan sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap perbuatan salah/dosa. Kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri sendiri, kesadaran melihat dirinya sendiri berhadapan dengan pilihan hal yang baik dan buruk, yang halal maupun haram/yang boleh dan tidak boleh dilakukan meskipun dapat dilakukan. Kejujuran dan kebenaran merupakan landasan untuk keadilan. Berbagai macam hal yang menyebabkan orang berbuat tidak jujur. Mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh lingkungan, karena sosial ekonomi, terpaksa ingin popular, karena sopan santun, dan untuk mendidik. Dalam kehidupan sehari-hari jujur/tidak jujur merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.Ketidakjujuran sangat luas wawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan dan kebutuhan hidup manusia. Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cara dan sikap perlu dipupuk. Namun, demi sopan santun dan pendidikan, orang diperbolehkan berkata tidak jujur sampai pada batas-batas dibenarkan.

3.      Kecurangan 
Atau curang identik dengan ketidakjujuran/tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur. Curan/kecurangan artinya apa yang dikatakan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha? Sudah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar.selain dari pada itu, kehidupan selalu ada baik dan buruk. Dalam konflik, yang baik selalu menang, meskipun pada mulanya kalah. Yang baik itulah sesuai dengan kata hati. Seperti hal nya Rahwana yang tidak baik. Maka adiknya Kumbakarna dan Wibisana tak mau membela yang tidak baik karena kedua adiknya mengikuti kata hatinya. Kecurangan banyak menimbulkan daya kreatifitas bagi seniman. Oleh karena itu, banyak hasil seni yang lahir dari imajinasi kecurangan. Hasil seni itu, antara lain seni tari, seni sastra (novel, roman, cerpen), drama, film, dan filsafat.

4.      Pemulihan Nama Baik
Pada hakikatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral/tidak sesuai dengan akhlak. Akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata khlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptaannya sebagai manusia. Untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan akhlak yang baik. Ada tiga macam godaan yaitu derajat/pangkat, harta dan wanita. Bila orang tak dapat menguasai hawa nafsunya, maka orang akan terjerumus ke jurang kenistaan karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta dan wanita itu dengan mempergunakan jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara lain, fitnah, membohong, suap, mencuri, merampok, dan menempuh semua jalan yang diharamkan. Untuk memulihkan nama baik, manusia harus tobat/minta maaf. Tobat dan minta maaf tidah hanya di bibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah; berbuat budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang, tanpa pamrih, takwa kepada tuhan, dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil, dan budi luhur selalu dipupuk.

5.      Pembalasan    
Pembalasan itu ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negative. Pembalasan yang bersifat positif ialah pembalasan yang dilakukan atas dasar saling menjaga dan menghargai hak dan kewajiban masing-masing. Dalam Al-qur’an pun terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan dan balasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka. Pembalasan disebabkan adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaualan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Oleh karena tiap manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar/diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.


Daftar pustaka: Ilmu Budaya Dasar
Drs. Joko Tri Prasetya, dkk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar