Manusia dan Kegelisahan
1.     
Kegelisahan
dan sumber-sumbernya
Kegelisahan
di sini diartikan suatu kondisi dimana orang menghadapi halangan/rintangan
dalam mengatasi rintangan tersebut. Pada hakekatnya kegelisahan menunjuk pada
motivasi yang terhalang dan dalam keadaan tak terpuaskan. Banyak orang berpikir
bahwa kegelisahan merupakan keadaan yang tak “diinginkan”. Tetapi para ahli
jiwa berpikir bahwa kegelisahan merupakan kondisi hidup manusia/sebagai “kawan
akrab” yang member stimulus kepada tingkah laku manusia. Kegelisahan yang tak
terhindarkan disebabkan oleh kompleksitas manusia, lingkungan di mana ia
tinggal, dan keterbatasan fisik dan jiwanya.
Kegelisahan dan kompleksitas
manusia
Motif-motif
perbuatan yang mendorong dan mengarahkan tingkah laku tidak timbul dan dapat
mencapai pemuasaan dengan cara yang sederhana. Sebaliknya motif-motif itu
terjadi dalam keadaan ruwet, bahkan kadang-kadang penuh kekacauan. Motif yang
berbeda-beda bersaing satu sama yang lain, dan pemuasan terhadap motif pertama
akan disusul dengan datangnya motif yang lain. Bertumpuknya pola-pola motif
kehidupan manusia mengajarkan kepada manusia bahwa tidak semua motif dapat
dipuaskan, tetapi ada juga yang memerlukan kesabaran untuk menundanya, dan
bahkan bila perlu motif itu ditinggalkan. Bila tidak akan menghasilkan
kegelisahan.
Kegelisahan dan kondisi lingkungan
Pemuasan
yang menyeluruh pada suatu motif juga hampir tidak mungkin sebab tujuan motif
itu hanya bisa dicapai menyeluruh jika sesuai dengan apa yang tersedia
dilingkungan kita. Pada lingkungan tertentu makanan mungkin tak tersedia untuk
memuaskan rasa lapar, karena orang itu tak mampu membelinya, atau kawan-kawan
orang itu tidak memperhatikannya/mengaguminya yang dapat digunakan untuk
memuaskan keinginannya akan status, keakraban, dan cinta. Hal di atas itu
mengajarkan kepada kita bahwa beberapa motif lebih penting dari lainnya karena
cukup sulit untuk dicapai/motif itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Dalam kehidupan kita perkara makan dan minum bukanlah perkara yang sulit,
karena makanan dan minuman cukup tersedia pada kita walau ala kadarnya. Hal
semacam di atas telah terlihat baik dalam studi naturalistic, maupun
experimental. Pada sebuah studi yang dilakukan pada saat perang dunia ke II
(Keys. Et. Al., 1950) sekelompok group sukarela berpartisipasi. Setelah
percobaan berlangsung lama ternyata motif mereka hanya dipenuhi oleh mtif
makanan. Misalnya pembicaraan dan mimpi-mimpi mereka hanya berisi topik
makanan, bahkan hobby dan bacaan mereka hanya berkisar soal makanan.
Motif-motif lain menjadi berkurang seperti sex, humor, kesetiakawanan sosial,
dan sementara itu rasa mudah tersinggung, kecurigaan, dan ketidakharmonisan
antara kawan meningkat.
Kegelisahan dan ketidakmampuan
penyesuaian bertindak 
Alasan
ketiga terjadinya kegelisahan yang tak terelakkan ialah kenyataan bahwa
pencapaian tujuan tergantung pada keefektifan dalam penyesuaian; hasil hanya
dapat dicapai jika seseorang mempunyai kebiasaan yang sesuai untuk memanipulasi
lingkungan. Manusia sangat sedikit sekali yang lahir dengan insting untuk
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Manusia hanya berhasil jika ia
mempergunakan reorganisasi pengalamannya dalam menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan. Faktor inteligensi, fisik, dan pengalaman menyediakan kebiasaan
bertindak sehingga manusia tidak dapat mencapai tujuannya. Kegelisahan manusia
berasal dari tiga sumber ketidakmampuan mengatasi rintangan karena alas an
fisik, ketidakmampuan mengatasi pembatasan yang dilakukan oleh orang lain, dan
ketidakmampuan memuaskan motif-motif yang bertentangan. Ketiga sumber
kegelisahan ini tidak mempunyai akibat yang sama pada setiap orang, tergantung
pada usia, dan keadaan sosial, ekonomi, dan budaya. Sumber kegelisahan itu
berpengaruh berbeda-beda dari setiap individu.
Keadaan fisik
Merupakan
faktor yang utama sebagai kegelisahan manusia. Sejak bayi lahir ia selalu
menghadapi kenyataan bahwa ia selalu terhalang keinginannya karena sebab-sebab
fisik. Bayi tidak mempunyai koordinasi otot untuk mengatasi halangan fisik,
alat pancaindera dan intelektualnya belum berkembang, bahkan ia tak dapat
memperhitungkan jarak suatu obyek dan ia sendiri. Ia menjadi sangat tergantung
pada orang lain. Pada masa dewasa ketidakmampuan fisik bukan merupakan sumber
kegelisahan yang pokok, kecuali pada masa epidemi, banjir, gempa bumi, dan
bencana lainnya. Dengan adanya kemajuan di bidang kedokteran, meteorology dan
geofisika, kegelisahan yang ditimbulkan sumber ini dapat semakin dikurangi.
Kegelisahan dan kekhawatiran yang ditimbulkan oleh sebab-sebab fisik tentu saja
harus menghinggapi mereka yang mempunyai cacat fisik seperti kebutaan,
kelumpuhan, dan ketulian. Pada masa tua keterbatasan fisik menjadi penyebab utama
dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik, panca indera, potensi dari kapasitas
intelektual mulai menurun  pada
tahap-tahap tertentu, dan sekali lagi orang-orang usia lanjut harus
menyesuaikan diri kembali dengan ketidakberdayaannya.
Lingkungan sosial
Sumber
kegelisahan manusia ikut berubah sebagaimana pembangunan teknologi dan ilmu
manusia itu sendiri. Manusia satu dengan lainnya selalu tergantung satu sama
lain, sehingga jika orang satu dengan lainnya tidak dapat saling member seperti
yang diharpakan maka hal ini akan menjadi sumber kegelisahan. Manusia akan
membutuhkan orang laindalam hal status sosial, cinta kasih, dan rangsangan
intelektual. Motif-motif sosial akan selalu berubah, padahal ketercapaiannya tergantung
pada orang lain yang kadang-kadang menghalangi dengan berbagai hal dan motif.
Motif yang bertentangan
Sumber
kegelisahan yang paling rumit ialah pertentangan antara dua motif/lebih.
Hakikat dari konflik antar motif ini ialah bahwa seorang individu tak dapat
mencapai tujuannya tanpa harus mengorbankan motif lainnya yang ia miliki.
Kegelisahan ini merupakan kegelisahan yang sudah “built in” karena individu itu
kecenderungan bertindaknya saling bertentangan sendiri. Konflik yang lebih
sulit lagi ialah jika pemuasan terhadap salah satu motif malah menguatkan motif
yang bertentangan. Pertentangan motif seperti ini akan menimbulkan kegelisahan
dalam jangka waktu yang lama. Begitu ia ingin menekan keinginannya yang satu,
maka makin kuatlah kehendak untuk mempertahankan keinginan yang tertekan itu.
Konflik keinginan yang menimbulkan kegelisahan hidup manusia adalah hal yang
tak terhindarkan, sebab manusia merupakan bentuk organisme yang dianugrahi
dengan keinginan yang multikompleks. Di bawah ini akan diberikan ringkasan
mengenai konflik-konflik yang terjadi pada manusia. Klasifikasi ini mula-mula
dikemukakan oleh Kurt Lewin (1953). Menurut dia ada tiga tipe dasar konflik
yaitu: 
1.Approach-approach
conflict
Konflik
ini terjadi bila individu menghadapi dua motif yang sangat menarik. Sebagai
contoh seorang anak mempunyai uang Rp. 50,00 ia pergi ke toko untuk membeli
permen, ia akan bingung memilih bermacam-macam permen yang semuanya menarik
seleranya. Tanda + adalah suatu kepuasan yang dapat dicapi, sedang anak panah
menggambarkan motif orang itu, sedang manusia di tengah menggambarkan individu
yang mengalami konflik. 
2.Avoidance-avoidance
conflict
Dalam
konflik jenis ini individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak
memberikan kepuasan baginya. Ia ingin menghindari keduanya, tetapi ia tak dapat
menghindari yang satu tanpa tidak menghadapai yang lain. Konflik ini muncul
karena  
   tekanan
dari luar dan bukan berasal dari dalam. Jika konflik ini benar-benar tak  terhindarkan konflik ini akan benar-benar
menjadi sumber kegelisahan yang berkepanjangan. Konflik semacam ini akan
dihadapi oleh anak yang orang tuanya hidup berpisah. Jika ia diharapkan pilihan
antara memilih ikut ibu/ayah, niscaya ia akan menghadapi pilihan yang sulit,
ibarat menemukan buah simala kama.
3.Approach
avoidance conflict
Konflik
jenis ini disebabkan oleh pilihan yang tersedia mengandung dua hal bertentangan
dengan keinginannya, tetapi sekaligus menyenangkannya. Tidak seperti jenis
konflik sebelumnya, konflik terakhir ini cenderung menyebabkan kegelisahan yang
berkepanjangan. Karena kepuasan dan ketidakpuasan ada dalam tawaran itu, dan
orang tak dapat menunda suatu motif seperti dalam approach conflict maupun
menghindarkan diri dari konflik seperti dalam avoidance-avoidance conflict,
maka tindakan apapun yang ia lakukan akan menghasilkan kekecewaan dan
kegelisahan. Seperti kata pepatah “Damned if you do and damned if you dot”
2.     
Makna
Kegelisahan   
Kegelisahan
berasal dari kata gelisah. Gelisah artinya rasa tidak tentram di hati/merasa
selalu khawatir, tidak dapat tenang (tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), dan
cemas. Kegelisahan ini, apabila cukup lama hinggap pada manusia, akan
menyebabkan suatu gangguan penyakit. Kegelisahan yang cukup lama akan
menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia. Kegelisahan mungkin akibat
kebutuhan hidup yang meningkat, rasa individualisme dan egoism, persaingan
dalam hidup, dan keadaan yang tidak stabil. Penyebab kegelisahan dapat pula
dikatakan akibat mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri
kehidupan. Kehidupan ini yang menyebabkan mereka menjadi gelisah. Mereka
sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah, mereka hidupnya kosong dan
tidak mempunyai arti. Orang yang tidak mempunyai dasar dalam menjalankan tugas
(hidup), sering ditimpa kegelisahan. Kegelisahan yang demikian sifatnya abstrak
sehingga disebut kegelisahan murni, yaitu merasa gelisah tanpa mengetahui
kegelisahannya, seolah-olah tanpa sebab. Alasan mendasar mengapa manusia
gelisah ialah karena manusia memiliki hati dan perasaan. Bentuk kegelisahannya
berupa keterasingan, kesepian, dan ketidapastian. Perasaan-perasaan semacam ini
silih berganti dengan kebahagiaan, kegembiraan dalam kehidupan manusia.
Perasaan seseorang yang sedang gelisah, ialah hatinya tidak tentram, merasa
khawatir, cemas, takut, dan jijik.
Perasaan
cemas menurut Sigmund Freud ada tiga macam, yaitu:
1.Kecemasan
obyektif: kegelisahan ini mirip dengan kegelisahan terapan, seperti anaknya
yang belum pulang, dan orang tua sakit keras
2.Kecemasan
neurotic (saraf): hal ini timbul akibat pengamatan tentang bahaya dari naluri.
Contohnya dalam penyesuaian diri dengan lingkungan, rasa takut yang irrasional
semacam fobia, dan rasa gugup. Kecemasan ini dibagi dalam tiga macam, yakni:
A. Kecemasan
yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan. Kecemasan timbul karena
orang itu takut akan bayangannya sendiri/takut akan idenya sendiri, sehingga
menekan dan menguasai ego.
B.  Rasa
takut irrasional/phobia. Rasa takut ini sudah menular, sehingga kadang-kadang
tanpa alasan dan hanya karena pandangan saja, yang kemudian dilanjutkan dengan
khayalan yang kuat dapat menimbulkan rasa takut.
C.  Rasa
takut lain ialah rasa gugup, dan gagap 
3.Kecemasan
moral: hal ini muncul dari emosi diri sendiri sepertiperasan iri, dengki,
dendam, hasud, marah, dan rendah diri.
Uraian
mengenai penderitaan di sini dianalogikan dengan perasaan gelisah (kegelisahan
hati) sebagai akibat kecemasan moral. Utuk mengatasi kegelisahan ini (dalam
ajaran islam), manusia diperintahkan untuk meningkatkan iman, takwa, dan amal
sholeh. Ada dua kecemasan moral, yakni:
A.  Sebab-sebab
orang gelisah
Selanjutnya
bila kita kaji, sebab-sebab orang gelisah adalah karena pada hakikatnya orang
takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik
ancaman dari luar maupun dari dalam.
B.  Usaha-usaha
mengatasi kegelisahan
Mengenai
mengatasi kegelisahan ini pertama-tama harus mulai dari diri kita sendiri,
yaitu kita harus bersikap tenang. Dengan sikap tenang kita dapat berpikir
tenang, dan segala kesulitan dapat kita atasi. Dengan ketenangan ini orang yang
mengancam kita mungkin akan mengurungkan niatnya.
 3.     
Makna
Keterasingan
 Keterasingan
berasal dari kata terasing, dan kata itu adalah dari kata dasar asing. Kata
asing  berarti sendiri, tidak dikenal orang sehingga kata terasing berarti,
tersisihkan dari pergaulan,  terpisahkan dari yang lain/terpencil.
Terasing/keterasingan adalah bagian hidup manusia.  Sebentar/lama orang pernah
mengalami hidup dalam keterasingan, sudah tentu dengan sebab dan  kadar yang
berbeda satu sama lain. Sebab-sebab keterasingan:
 1.Perbuatan
yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Perbuatan itu atara lain: mencuri,
bersikap angkuh, sombong/kaku.
 2.Sikap
rendah diri. Sikap yang sejenis dengan angkuh/sombong ialah sikap kaku,
pemarah, dan suka berkelahi. Sikap seperti itu, sebab takut terjadi konflik
batin/pun konflik fisik. Umumnya orang tidak senang akan konflik fisik karena
hal itu merupakan perbuatan anak kecil. Menurut Alex Gunur adalah sikap kurang
baik. Sikap ini menganggap dirinya selalu/tidak berharga, tidak laku, tidak
mampu di hadapan orang lai, sehingga merasa dirinya lebih rendah dari orang
lain. Sikap rendah diri itu ada sebabnya, yakni:
A. Keterasingan
karena cacat fisik
Cacat
fisik itu tidak perlu membuat hidup terasing karena itu kehendak Tuhan. Namun
manusia lain jalan pikirannya. Merasa malu anak/cucunya yang cacat fisik, maka
disingkirkan anak tersebut dari pergaulan ramai, hidup dalam keterasingan.
B.  Keterasingan
karena sosial ekonomi
    
Ekonomi kuat/lemah adalah anugerah Tuhan. Orang tidak boleh
membanggakan  kekayaan. Tetapi orang
tidak boleh pula merasa rendah dirikarena keadaan ekonomi yang sangat rendah.
Namun di dalam kenyataan lain keadaannya. Orang-orang yang lemah ekonominya
seringkali merasa rendah diri, akibat orang-orang yang kaya sering membanggakan
kekayaannya, meskipun tidak sengaja.
C.  Keterasingan
karena rendah pendidikan
Banyak
juga orang yang merasa rendah diri karena pendidikannya, berakibat kurang dapat
mengikuti jalan pikiran orang yang berpendidikan tinggi dan banyak pengalaman.
Dalam pergaulan orang-orang yang berpendidikan rendah dan kurang pengalaman
biasanya menyendiri, mengasingkan diri karena serba sulit menempatkan diri.
D. Keterasingan
karena perbuatannya
Orang
terpaksa hidup dalam keterasingan karena merasa malu, dunia rasanya sempit,
bila nampak orang ingin mukanya ditutupi. Itu semua adalah akibat dari
perbuatannya, yang tidak bisa diterima oleh masyarakat lingkungannya.
Usaha-usaha
untuk mengatasi keterasingan
Keterasingan
biasanya terjadi karena sikap sombong, angkuh, pemarah, kaku, tetapi juga
karena rendah diri, perbuatan yang melanggar norma hukum. Pada hakikatnya sikap
sombong, angkuh, kaku, rasa rendah diri orang takut kehilangan haknya. Untuk
mengatasi keterasingan ini perlu kesadaran yang tinggi. Orang yang bersikap
disadarkan, karena apa yang mereka lakukan dianggapnya sudah benar semua. Untuk
meningkatkan harga dirinya, tentu ia harus banyak belajar dan bergaul.
Pergaulan itu dilakukan sedikit demi sedikit dan terus meningkat. Sehingga
akhirnya menjadi biasa.  
4.   Makna
Kesepian                                                                                                              kesepian
berasal dari kata sepi, artinya sunyi, lengang, tidak ramai, tidak ada
orang/kendaraan, tidak banyak tamu, tidak banyak pembeli, dan tidak ada
apa-apa.
     
Sebab-sebab terjadinya kesepian
      Bermacam-macam penyebab
terjadinya kesepian. Frustasi pun dapat mengakibatkan kesepian. Yang
bersangkutan tidak mau diganggu, ia lebih senang dalam keadaan sepi, dan tidak
suka bergaul. Ia lebih senang hidup sendiri.bila kita perhatikan sepintas lalu
mungkin keterasingan dan kesepian serupa tetapi sebenarnya tidak sama, tetapi
ada hubungannya. Beda antara keduanya hanya terletak pada sebab akibat.
      Hidup kesepian akibat takut kehilangan hak
nama baik
      Nama
baik merupakan harapan setiap orang. Bahkan orang tak takut mati demi menjaga
nama baik. Meskipun sudah berhati-hati menjaganya mungkin juga orang masih
berbuat salah, sehingga cemar nama baiknya. Untuk ini seringkali bersangkutan
terpaksa hidup mengasingkan diri, akibatnya kesepian.
5.   Makna
Ketidakpastian                                                                                               ketidakpastian berasal
dari kata tidak pasti artinya tidak menentu (pikirannya)/mendua, atau apa yang
dipikirkan tidak searah, kemana tujuannya tidak jelas. Itu semua adalah akibat
pikirannya tidak dapat konsentrasi. Ketidakkonsentrasianitu disebabkan oleh
berbagai sebab, yang jelas pikirannya kacau. Sebab-sebab terjadinya
ketidakpastian:
      1. Obsesi. Merupakan
gejala neurose jiwa, yaitu adanya pikiran/perasaan tertentu yang terus-
menerus, biasanya tentang hal-hal yang tak menyenangkan, atau sebab-sebab tak
diketahui oleh penderita.
      2.
Phobia. Ialah rasa ketakutan yang tak terkendalikan, tidak normal, kepada suatu
hal/kejadian, tanpa diketahui sebab-sebabnya. Orang yang dilanda ketakutan itu
tak dapat berpikir, pikirannya tidak pasti, dan tidak menentu.
      3.
Kompulsi. Ialah adanya keraguan yang sangat mengenai apa yang telah dikerjakan,
sehingga ada dorongan yang tak disadari untuk selalu melakukan
perbuatan-perbuatan yang serupa berulang kali.
      4.Histeria.
ialah neurose jiwa yang disebabkan oleh tekanan mental, kekecewaan, pengalaman
pahit yang menekan, kelemahan syaraf, tidak mampu menguasai diri, atau sugesti
dari sikap orang lain.
      5.
Delusi. Menunjukkan pikiran yang tidak beres, karena berdasarkan suatu
keyakinan palsu. Tidak dapat memakai akal sehat. Tidak ada dasar kenyataan dan
tidak sesuai dengan pengalaman. Delusi ini ada tiga macam, yakni:
          A. Delusi persekusi    : menganggap adanya keadaan yang jelek di
sekitarnya
          B. Delusi keagungan  : mengangap dirinya orang penting dan besar.
Orang seperti itu biasanya gila hormat. Menganggap orang di sekitarnya sebagai
orang-rang tidak penting. Akhirnya semua orang menjauhi juga.
          C. Delusi melancholis : merasa dirinya
bersalah, hina, dan berdosa. Hal ini dapat mengakibatkan buyuten/dikenal dengan
nama delirium tremens, hilangnya kesadaran dan menyebabkan otot-otot tak
terkuasa lagi. Ia kehilangan ingatannya sama sekali, mengalami tensi tinggi dan
mengingat sesuatu yang belum pernah dialami.
      6.
Halusinasi. Khayalan yang terjadi tanpa rangsangan pancaindera. Seperti para
prewangan (medium) dapat digolongkan pada pengalaman halusinasi. Dengan sugesti
diri orang dapat juga berhalusinasi. Halusinasi buatan, misalnya dapat dialami
oleh orang mabuk/pemakaian obat bius. Kadang-kadang karena halusinasi orang-orang
merasa mendapat tekanan terhadap dorongan-dorongan itu menemukan sasarannya,
ini nampak dalam perbuatan-perbuatan (penderita itu dapat menyadari
perbuatannya itu, tetapi tidak dapat menahan rangsang khayalan sendiri)
      7.
Keadaan emosi. Sikapnya dapat apatis/terlalu gembira dank arena itu dilepaskan
di dalam gerakan-gerakan tari-tarian, nyanyian, ketawa/berbicara. Sikap ini
dapat pula berupa kesedihan menekan, tidak bernafsu, tidak bersemangat.
Gelisah, resah, suka mengeluh, tidak mau berbicara, diam seribu bahasa,
termenung, menyendiri. Jells kepada kita orang yang demikian itu tidak mungkin
dapat berpikir dengan tenang, dan dengan baik. Untuk mengatasi/untuk
menghilangkan pikiran yang kacau itu perlu dicari penyebabnya, andaikata telah
diketahui penyebabnya tetap masih sakit, penderita perlu diajak pergi/pergi
sendiri ke psikolog.
Sumber : Buku ilmu
budaya dasar. 
               Drs. Joko Tri Prasetya,dkk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar