Manusia
dan Keadilan
1.     
Makna
Keadilan 
Keadilan
ialah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita
mengakui hak hidup kita, maka kita wajib mempertahankan hak hidup tersebut
dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Mengapa demikian? Hal ini
disebabkan bahwa orang lainpun mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita
mengakui hak hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk mempertahankan hak hidup kita sendiri. Jadi keadilan pada pokoknya
terletak pada keseimbangan/keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan
kewajibannya (Drs. Suyadi M.P.1986)
Khong
Hu Tsu, seorang filosof Cina menuturkan tentang keadilan dan berpendapat “Bila
anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja,
masing-masing telah melaksanakan kewajibannya, maka itulah keadilan”. Agaknya
menyadari akan peranan  masing-masing
dari suatu fungsi merupakan suatu keharusan bagi tercapainya suatu keadilan.
Aristoteles
mengatakan bahwa keadilan adalah suatu kelayakan dalam tindakan manusia.
Kelayakan disini diartikan sebagai titik tengah di antara kedua ujung ekstrim yang
terlalu kanana dan terlau kiri/terlalu banyak dan terlalu sedikit dari kedua
ujung ekstrim tersebut, baik yang menyangkut dua orang maupun dua benda.  Plato
menganggap bahwa keadilan merupakan kewajiban tertinggi dalam kehidupan Negara
yang baik, sedangkan orang yang adil adalah orang yang mampu mengendalikandiri,
perasaannya dikendalikan oleh akal sehat. Menurut “Ensiklopedi Indonesia”
Adil:
1.
Tidak berat sebelah/tidak memihak kesalah satu pihak
2.
Memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan hak yang harus
diperolehnya
3.
Mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah,
bertindak jujur dan tepat menurut peraturan/syarat dan rukun yang telah di
tetapkan. Tidak sewenang-wenang dan tidak maksiat/berbuat dosa.
4.
Orang yang berbuat adil, kebalikan dari fasiq. Adil adalah sendi pokokdi dalam
soal hukum. Setiap orang harus merasakan keadilan. Perbedaan tingkat dan
kedudukan sosial. Perbedaan derajat dan keturunan, tidak boleh untuk dijadikan
alasan untuk memperbedakan hak seseorang di hadapan hukum, baik hukum Tuhan
maupun hukum yang dibuat manusia. Adil tidak hanya idaman manusia, tetapi juga
diperintahkan oleh Tuhan “Dan jika kamu memutuskan perkara, hukumlah antara
mereka dengan adil, sesungguhnya Allah cinta kepada orang-orang yang berbuat
adil” (Qs. Al-Maidah: 42). “Putuslah mereka menurut apa yang telah Allah
turunkan dan janganlah kamu turuti hawa nafsu mereka” (Qs. Al-Maidah: 49)
 Ditinjau
dari bentuk ataupun sifat-sifatnya, keadilan dapat dikelompokkan menjadi 3
jenis:
1.
Keadilan legal/keadilan moral
 Keadilan timbul karena penyatuan dan
penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras   
kepada bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam
masyarakat bila setiap anggota melakukan fungsinya secara baik menurut
kemampuannya. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok
baginya. Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain
yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan
pertentangan dan keserasian.
2.   Keadilan
distributif
Dalam
Negara, pejabat pemerintah harus bersikap dan bertindak adil yaitu tidak
memihak, sama hak, bersikap hukum, sah menurut hokum, layak wajar secara moral,
maka tidak akan ada kericuhan baik dalam sidang maupun di instansi mana saja.
3.   Keadilan
komutatif
Bertujuan
memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Masing-masing warga
Negara di wajibkan berbuat adil terhadap sesamanya, artinya melaksanakan hak
serta kewajibannya dengan baik dan tidak merusak/ bahkan menghancurkan
pertalian dalam masyarakat. Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi
keadilan/ketidakadilan setiap hari. Ada berbagai macam keadilan dalam
masyarakat, keadilan legal, keadlian distributif, keadilan komutatif. Pada
hakikatnya keadilan-keadilan tercipta mewujudkan masyarakat yang adil,
sejahtera dan sentosa.
2.     
Kejujuran
dan Kebenaran   
Kejujuran
atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya,
apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. 
Kebenaran
atau benar dalam arti moral berarti tidak palsu, tidak munafik, yakni bila
perkataannya sesuai dengan keyakinan batinnya/hatinya. Suatu kebenaran sejati,
berlaku bagi setiap orang yang mengetahui. Demikianlah kebenaran dan kejujuran
yang dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi adalah kesadaran tentang akan
sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap perbuatan salah/dosa.
Kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri sendiri, kesadaran melihat
dirinya sendiri berhadapan dengan pilihan hal yang baik dan buruk, yang halal
maupun haram/yang boleh dan tidak boleh dilakukan meskipun dapat dilakukan.
Kejujuran dan kebenaran merupakan landasan untuk keadilan. Berbagai macam hal
yang menyebabkan orang berbuat tidak jujur. Mungkin karena tidak rela, mungkin
karena pengaruh lingkungan, karena sosial ekonomi, terpaksa ingin popular,
karena sopan santun, dan untuk mendidik. Dalam kehidupan sehari-hari
jujur/tidak jujur merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia itu sendiri.Ketidakjujuran sangat
luas wawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan dan kebutuhan hidup manusia.
Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cara dan sikap perlu dipupuk. Namun,
demi sopan santun dan pendidikan, orang diperbolehkan berkata tidak jujur
sampai pada batas-batas dibenarkan.
3.     
Kecurangan  
Atau
curang identik dengan ketidakjujuran/tidak jujur, dan sama pula dengan licik,
meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curan/kecurangan artinya apa yang dikatakan tidak sesuai dengan hati nuraninya.
Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud
memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha? Sudah tentu keuntungan itu
diperoleh dengan tidak wajar.selain dari pada itu, kehidupan selalu ada baik
dan buruk. Dalam konflik, yang baik selalu menang, meskipun pada mulanya kalah.
Yang baik itulah sesuai dengan kata hati. Seperti hal nya Rahwana yang tidak
baik. Maka adiknya Kumbakarna dan Wibisana tak mau membela yang tidak baik
karena kedua adiknya mengikuti kata hatinya. Kecurangan banyak menimbulkan daya
kreatifitas bagi seniman. Oleh karena itu, banyak hasil seni yang lahir dari
imajinasi kecurangan. Hasil seni itu, antara lain seni tari, seni sastra
(novel, roman, cerpen), drama, film, dan filsafat.
4.     
Pemulihan
Nama Baik
Pada
hakikatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala
kesalahannya bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral/tidak
sesuai dengan akhlak. Akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak dari
khuluq dan dari akar kata khlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu,
tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptaannya
sebagai manusia. Untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai
dengan akhlak yang baik. Ada tiga macam godaan yaitu derajat/pangkat, harta dan
wanita. Bila orang tak dapat menguasai hawa nafsunya, maka orang akan
terjerumus ke jurang kenistaan karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta dan
wanita itu dengan mempergunakan jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara lain,
fitnah, membohong, suap, mencuri, merampok, dan menempuh semua jalan yang
diharamkan. Untuk memulihkan nama baik, manusia harus tobat/minta maaf. Tobat
dan minta maaf tidah hanya di bibir, melainkan harus bertingkah laku yang
sopan, ramah; berbuat budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan
kepada sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang, tanpa
pamrih, takwa kepada tuhan, dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil, dan
budi luhur selalu dipupuk.
5.     
Pembalasan    
Pembalasan
itu ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negative. Pembalasan yang
bersifat positif ialah pembalasan yang dilakukan atas dasar saling menjaga dan
menghargai hak dan kewajiban masing-masing. Dalam Al-qur’an pun terdapat
ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa
kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun
diberikan pembalasan dan balasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka.
Pembalasan disebabkan adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat
balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaualan yang penuh kecurigaan
menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Oleh karena tiap manusia tidak
menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar/diperkosa, maka manusia berusaha
mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu
adalah pembalasan.
Daftar pustaka: Ilmu Budaya Dasar
Drs. Joko Tri Prasetya, dkk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar