Senin, 14 Desember 2015

Bab 8. Manusia dan Pandangan Hidup

Manusia dan Pandangan Hidup

1.      Cita-Cita
Pandangan hidup terdiri atas cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup. Dalam kehidupannya manusia tidak dapat melepaskan diri dari cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup itu. Orang tua selalu menimang-nimang anaknya sejak masih bayi agar menjadi “dokter”, insinyur, dan sebagainya.” Ini berarti bahwa sejak anaknya lahir, bakan sejak dalam kandungan, orang tua telah berangan-angan agar anaknya mempunyai jabatan yang yang biasanya tak tercapai oleh orang tuanya. Karena itu wajarlah apabila cita-cita, kebajikan, dan pandangan hidup merupakan bagian hidup manusia. Tidak ada orang hidup tanpa cita-cita, tanpa berbuat kebajikan, dan tanpa sikap hidup. Sudah tentu kadar/tingkat cita-cita, kebijakan, dan sikap hidup itu berbeda-beda bergantung kepada pendidikan, pergaulan, dan lingkungan masing-masing. Cita-cita itu perasaan hati yang merupakan suatu keinginan yang ada dalam hati. Cita-cita sering kali diartikan sebagai angan-angan, keinginan, kemauan, niat, atau harapan. Cita-cita itu penting bagi manusia, karena adanya cita-cita menandakan kedinamikan manusia. Keinginan orang tua atas anaknya bergantung kepada pendidikan, pengalaman, dan lingkungan orang tua. Orang tua yang petani dan buta huruf serta mempunyai sosial ekonomi lemah mungin hanya berkeinginan agar anaknya pandai/cukup mengharapkan anaknya kelak jangan menderita seperti mereka. Tidak ada orang tua berkeinginan agar anaknya menjadi orang yang tidak baik, sekalipun orang tuanya seperti kusni kasdud. Atau biarpun orang tuanya dibenci orang kerena tingkah lakunya, sifatnya, ketamakannya, dan kesadisannya.
Contoh cita-cita yang berarti harapan, misalnya Adi mendapat nilai C, bukan main kecewanya. Ia mengharapkan nilai A, sebab persiapan yang dilaksanakannya cukup lama dan ia merasa telah menguasai materi yang diujikan. Keluhannya “Keadaan itu tidak sesuai dengan cita-cita saya”.
      Contoh cita-cita yang berarti keinginan. Budi ingin sekali melanjutkan sekolah ke ITB. Ia                   mendaftar dan kemudian mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Ternyata Budi tidak lulus               sehingga ia tidak dapat melanjutkan studinya di ITB. Ia kecewa karena gagal melanjutkan studi di       ITB.
Contoh cita-cita yang berarti tujuan. Nana bertujuan setamat SMA akan melanjutkan sekolah di Jakarta, mengikuti pamannya. Ternyata setelah tamat dari SMA pamannya dipindahkan ke luar Jawa. Hal ini menyebabkan Nana tidak jadi melanjutkan sekolah di Jakarta. Cita-cita Nana melanjutkan di Jakarta gagal. Ada tiga kategori keadaan hati seseorang, keras, lunak, dan lemah. Orang yang berhati keras, tak berhenti berusaha sebelum cita-citanya tercapai. Ia tidak menghiraukan rintangan, tantangan, dan segala kesulitan yang dihadapinya. Orang yang berhati keras biasanya mencapai hasil yang gemilang dan sukses hidupnya.
Orang yang berhati lunak dalam usaha mencapai cita-citanya menyesuaikan diri dengan situasi dan kondidi. Namun ia tetap berusaha mencapai cita-cita itu. Karena itu biarpun lambat ia akan berhasil juga mencapai cita-citanya.
     Orang yang berhati lemah, mudah terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Bila menghadapi kesulitan      cepat-cepat ia berganti haluan, dan berganti keinginan. 

2.      Kebajikan  
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakikatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma agama/etika. Manusia berbuat baik karena menurut kodratnya manusia itu baik, makhluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsure itu terpisah bila manusia meninggal. Karena merupakan pribadi, manusia mempunyai pendapat sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan sendiri, dan cita-cita sendiri.
Manusia merupakan makhluk social, manusia hidup bermasyarakat, saling membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat.
Manusia sebagai makhluk Tuhan, diciptakan Tuhan dan dapat berkembang arena Tuhan. Untuk itu manusia dilengkapi kemampuan jasmani dan rohani, juga fasilitas alam sekitarnya, seperti tanah, air, dan tumbuh-tumbuhan.
Untuk melihat apa itu kebajikan kita harus melihat dari tiga segi, yaitu: manusia sebagai pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat, dan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Manusia sebagai pribadi dapat menentukan baik buruk. Yang menentukan baik buruk adalah suara hati . suara hati itu semacam bisikan dalam hati untuk menimbang perbuatan baik/tidak. Jadi suara hati itu merupakan hakim terhadap diri sendiri. Demikian pula suara hati masyarakat yang menentukan baik buruk adalah suara hati masyarakat. Suara hati manusia adalah baik tetapi belum tentu suara hati masyarakat menganggap baik.

3.      Sikap Hidup
Sikap hidup ialah keadaan hati dalam menghadapi hidup ini. Sikap itu ada di dalam hati kita dan hanya kitalah yang tahu. Orang lain hanya baru tahu setelah kita bertindak. Setiap manusia mempunyai sikap dan sudah tentu tiap-tiap orang berbeda sikapnya. Sikap dapat dibentuk sesuai dengan kemauan yang membentuknya. Pembentukan sikap ini terjadi melalui pendidikan.  Sikap juga dapat berubah karena situasi, kondisi, dan lingkungan. Dalam rangka menciptakan keadilan sosial bagi bangsa Indonesia, yang pada hakikatnya menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi saluran rakyat Indonesia, pemerintah berusaha menanamkan  sikap-sikap positif bagi bangsa Indonesia. Sikap-sikap itu antara lain: sikap suka bekerja keras, gotong royong, menjaga hak dan kewajiban, sikap suka menolong, dan sikap menghargai pendapat orang lain.

4.      Manusia dan Pandangan Hidup
Akal dan budi sebagai milik manusia ternyata membawa cirri tersendiri akan diri manusia itu. Sebab akan dan budi mengakibatkan manusia memiliki keunggulan dibandingkan makhluk lain. Satu diantara keunggulan manusia tersebut ialah pandangan hidup. Di satu pihak manusia menyadari bahwa dirinya lemah, di pihak lain manusia menyadari kehidupannya lebih kompleks. Pandangan hidup ternyata sangat penting baik untuk kehidupan sekarang maupun kehidupan di akhirat, dan sudah sepantasnya setiap manusia memilikinya. Maka pilihan pandangan hidup harus benar-benar berdasarkan pilihan akal, bukan sekadar ikut-ikutan saja.


      Sumber: Buku Ilmu Budaya Dasar
Drs. Djoko Widagdho, dkk   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar