Manusia dan Pandangan Hidup
1.     
Cita-Cita
Pandangan
hidup terdiri atas cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup. Dalam kehidupannya
manusia tidak dapat melepaskan diri dari cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup
itu. Orang tua selalu menimang-nimang anaknya sejak masih bayi agar menjadi
“dokter”, insinyur, dan sebagainya.” Ini berarti bahwa sejak anaknya lahir,
bakan sejak dalam kandungan, orang tua telah berangan-angan agar anaknya
mempunyai jabatan yang yang biasanya tak tercapai oleh orang tuanya. Karena itu
wajarlah apabila cita-cita, kebajikan, dan pandangan hidup merupakan bagian
hidup manusia. Tidak ada orang hidup tanpa cita-cita, tanpa berbuat kebajikan,
dan tanpa sikap hidup. Sudah tentu kadar/tingkat cita-cita, kebijakan, dan
sikap hidup itu berbeda-beda bergantung kepada pendidikan, pergaulan, dan
lingkungan masing-masing. Cita-cita itu perasaan hati yang merupakan suatu
keinginan yang ada dalam hati. Cita-cita sering kali diartikan sebagai
angan-angan, keinginan, kemauan, niat, atau harapan. Cita-cita itu penting bagi
manusia, karena adanya cita-cita menandakan kedinamikan manusia. Keinginan
orang tua atas anaknya bergantung kepada pendidikan, pengalaman, dan lingkungan
orang tua. Orang tua yang petani dan buta huruf serta mempunyai sosial ekonomi lemah
mungin hanya berkeinginan agar anaknya pandai/cukup mengharapkan anaknya kelak
jangan menderita seperti mereka. Tidak ada orang tua berkeinginan agar anaknya
menjadi orang yang tidak baik, sekalipun orang tuanya seperti kusni kasdud. Atau
biarpun orang tuanya dibenci orang kerena tingkah lakunya, sifatnya,
ketamakannya, dan kesadisannya.
Contoh
cita-cita yang berarti harapan, misalnya Adi mendapat nilai C, bukan main
kecewanya. Ia mengharapkan nilai A, sebab persiapan yang dilaksanakannya cukup
lama dan ia merasa telah menguasai materi yang diujikan. Keluhannya “Keadaan itu
tidak sesuai dengan cita-cita saya”.
      Contoh cita-cita yang
berarti keinginan. Budi ingin sekali
melanjutkan sekolah ke ITB. Ia                   mendaftar dan kemudian mengikuti ujian masuk
perguruan tinggi. Ternyata Budi tidak lulus               sehingga ia tidak dapat melanjutkan
studinya di ITB. Ia kecewa karena gagal melanjutkan studi di       ITB.
Contoh
cita-cita yang berarti tujuan. Nana bertujuan setamat SMA akan melanjutkan
sekolah di Jakarta, mengikuti pamannya. Ternyata setelah tamat dari SMA
pamannya dipindahkan ke luar Jawa. Hal ini menyebabkan Nana tidak jadi
melanjutkan sekolah di Jakarta. Cita-cita Nana melanjutkan di Jakarta gagal. Ada
tiga kategori keadaan hati seseorang, keras, lunak, dan lemah. Orang yang
berhati keras, tak berhenti berusaha sebelum cita-citanya tercapai. Ia tidak
menghiraukan rintangan, tantangan, dan segala kesulitan yang dihadapinya. Orang
yang berhati keras biasanya mencapai hasil yang gemilang dan sukses hidupnya.
Orang
yang berhati lunak dalam usaha mencapai cita-citanya menyesuaikan diri dengan
situasi dan kondidi. Namun ia tetap berusaha mencapai cita-cita itu. Karena itu
biarpun lambat ia akan berhasil juga mencapai cita-citanya.
     Orang
yang berhati lemah, mudah terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Bila menghadapi
kesulitan      cepat-cepat ia berganti haluan, dan berganti keinginan. 
2.     
Kebajikan
 
Kebajikan
atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakikatnya sama
dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma agama/etika. Manusia
berbuat baik karena menurut kodratnya manusia itu baik, makhluk bermoral. Atas dorongan
suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Manusia adalah seorang pribadi
yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsure itu terpisah bila
manusia meninggal. Karena merupakan pribadi, manusia mempunyai pendapat
sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan sendiri, dan cita-cita sendiri.
Manusia
merupakan makhluk social, manusia hidup bermasyarakat, saling membutuhkan,
saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat.
Manusia
sebagai makhluk Tuhan, diciptakan Tuhan dan dapat berkembang arena Tuhan. Untuk
itu manusia dilengkapi kemampuan jasmani dan rohani, juga fasilitas alam
sekitarnya, seperti tanah, air, dan tumbuh-tumbuhan.
Untuk
melihat apa itu kebajikan kita harus melihat dari tiga segi, yaitu: manusia
sebagai pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat, dan manusia sebagai
makhluk Tuhan.
Manusia
sebagai pribadi dapat menentukan baik buruk. Yang menentukan baik buruk adalah
suara hati . suara hati itu semacam bisikan dalam hati untuk menimbang
perbuatan baik/tidak. Jadi suara hati itu merupakan hakim terhadap diri
sendiri. Demikian pula suara hati masyarakat yang menentukan baik buruk adalah
suara hati masyarakat. Suara hati manusia adalah baik tetapi belum tentu suara
hati masyarakat menganggap baik.
3.     
Sikap
Hidup
Sikap
hidup ialah keadaan hati dalam menghadapi hidup ini. Sikap itu ada di dalam
hati kita dan hanya kitalah yang tahu. Orang lain hanya baru tahu setelah kita
bertindak. Setiap manusia mempunyai sikap dan sudah tentu tiap-tiap orang
berbeda sikapnya. Sikap dapat dibentuk sesuai dengan kemauan yang membentuknya.
Pembentukan sikap ini terjadi melalui pendidikan.  Sikap juga dapat berubah karena situasi,
kondisi, dan lingkungan. Dalam rangka menciptakan keadilan sosial bagi bangsa
Indonesia, yang pada hakikatnya menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi
saluran rakyat Indonesia, pemerintah berusaha menanamkan  sikap-sikap positif bagi bangsa Indonesia. Sikap-sikap
itu antara lain: sikap suka bekerja keras, gotong royong, menjaga hak dan
kewajiban, sikap suka menolong, dan sikap menghargai pendapat orang lain.
4.     
Manusia
dan Pandangan Hidup
Akal
dan budi sebagai milik manusia ternyata membawa cirri tersendiri akan diri
manusia itu. Sebab akan dan budi mengakibatkan manusia memiliki keunggulan
dibandingkan makhluk lain. Satu diantara keunggulan manusia tersebut ialah
pandangan hidup. Di satu pihak manusia menyadari bahwa dirinya lemah, di pihak
lain manusia menyadari kehidupannya lebih kompleks. Pandangan hidup ternyata
sangat penting baik untuk kehidupan sekarang maupun kehidupan di akhirat, dan
sudah sepantasnya setiap manusia memilikinya. Maka pilihan pandangan hidup
harus benar-benar berdasarkan pilihan akal, bukan sekadar ikut-ikutan saja. 
      Sumber:
Buku Ilmu Budaya Dasar
Drs. Djoko Widagdho, dkk   
Tidak ada komentar:
Posting Komentar