Selasa, 29 Desember 2015

Bab 10. Manusia dan Kegelisahan

Manusia dan Kegelisahan

1.      Kegelisahan dan sumber-sumbernya
Kegelisahan di sini diartikan suatu kondisi dimana orang menghadapi halangan/rintangan dalam mengatasi rintangan tersebut. Pada hakekatnya kegelisahan menunjuk pada motivasi yang terhalang dan dalam keadaan tak terpuaskan. Banyak orang berpikir bahwa kegelisahan merupakan keadaan yang tak “diinginkan”. Tetapi para ahli jiwa berpikir bahwa kegelisahan merupakan kondisi hidup manusia/sebagai “kawan akrab” yang member stimulus kepada tingkah laku manusia. Kegelisahan yang tak terhindarkan disebabkan oleh kompleksitas manusia, lingkungan di mana ia tinggal, dan keterbatasan fisik dan jiwanya.

Kegelisahan dan kompleksitas manusia
Motif-motif perbuatan yang mendorong dan mengarahkan tingkah laku tidak timbul dan dapat mencapai pemuasaan dengan cara yang sederhana. Sebaliknya motif-motif itu terjadi dalam keadaan ruwet, bahkan kadang-kadang penuh kekacauan. Motif yang berbeda-beda bersaing satu sama yang lain, dan pemuasan terhadap motif pertama akan disusul dengan datangnya motif yang lain. Bertumpuknya pola-pola motif kehidupan manusia mengajarkan kepada manusia bahwa tidak semua motif dapat dipuaskan, tetapi ada juga yang memerlukan kesabaran untuk menundanya, dan bahkan bila perlu motif itu ditinggalkan. Bila tidak akan menghasilkan kegelisahan.

Kegelisahan dan kondisi lingkungan
Pemuasan yang menyeluruh pada suatu motif juga hampir tidak mungkin sebab tujuan motif itu hanya bisa dicapai menyeluruh jika sesuai dengan apa yang tersedia dilingkungan kita. Pada lingkungan tertentu makanan mungkin tak tersedia untuk memuaskan rasa lapar, karena orang itu tak mampu membelinya, atau kawan-kawan orang itu tidak memperhatikannya/mengaguminya yang dapat digunakan untuk memuaskan keinginannya akan status, keakraban, dan cinta. Hal di atas itu mengajarkan kepada kita bahwa beberapa motif lebih penting dari lainnya karena cukup sulit untuk dicapai/motif itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Dalam kehidupan kita perkara makan dan minum bukanlah perkara yang sulit, karena makanan dan minuman cukup tersedia pada kita walau ala kadarnya. Hal semacam di atas telah terlihat baik dalam studi naturalistic, maupun experimental. Pada sebuah studi yang dilakukan pada saat perang dunia ke II (Keys. Et. Al., 1950) sekelompok group sukarela berpartisipasi. Setelah percobaan berlangsung lama ternyata motif mereka hanya dipenuhi oleh mtif makanan. Misalnya pembicaraan dan mimpi-mimpi mereka hanya berisi topik makanan, bahkan hobby dan bacaan mereka hanya berkisar soal makanan. Motif-motif lain menjadi berkurang seperti sex, humor, kesetiakawanan sosial, dan sementara itu rasa mudah tersinggung, kecurigaan, dan ketidakharmonisan antara kawan meningkat.

Kegelisahan dan ketidakmampuan penyesuaian bertindak
Alasan ketiga terjadinya kegelisahan yang tak terelakkan ialah kenyataan bahwa pencapaian tujuan tergantung pada keefektifan dalam penyesuaian; hasil hanya dapat dicapai jika seseorang mempunyai kebiasaan yang sesuai untuk memanipulasi lingkungan. Manusia sangat sedikit sekali yang lahir dengan insting untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Manusia hanya berhasil jika ia mempergunakan reorganisasi pengalamannya dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Faktor inteligensi, fisik, dan pengalaman menyediakan kebiasaan bertindak sehingga manusia tidak dapat mencapai tujuannya. Kegelisahan manusia berasal dari tiga sumber ketidakmampuan mengatasi rintangan karena alas an fisik, ketidakmampuan mengatasi pembatasan yang dilakukan oleh orang lain, dan ketidakmampuan memuaskan motif-motif yang bertentangan. Ketiga sumber kegelisahan ini tidak mempunyai akibat yang sama pada setiap orang, tergantung pada usia, dan keadaan sosial, ekonomi, dan budaya. Sumber kegelisahan itu berpengaruh berbeda-beda dari setiap individu.

Keadaan fisik
Merupakan faktor yang utama sebagai kegelisahan manusia. Sejak bayi lahir ia selalu menghadapi kenyataan bahwa ia selalu terhalang keinginannya karena sebab-sebab fisik. Bayi tidak mempunyai koordinasi otot untuk mengatasi halangan fisik, alat pancaindera dan intelektualnya belum berkembang, bahkan ia tak dapat memperhitungkan jarak suatu obyek dan ia sendiri. Ia menjadi sangat tergantung pada orang lain. Pada masa dewasa ketidakmampuan fisik bukan merupakan sumber kegelisahan yang pokok, kecuali pada masa epidemi, banjir, gempa bumi, dan bencana lainnya. Dengan adanya kemajuan di bidang kedokteran, meteorology dan geofisika, kegelisahan yang ditimbulkan sumber ini dapat semakin dikurangi. Kegelisahan dan kekhawatiran yang ditimbulkan oleh sebab-sebab fisik tentu saja harus menghinggapi mereka yang mempunyai cacat fisik seperti kebutaan, kelumpuhan, dan ketulian. Pada masa tua keterbatasan fisik menjadi penyebab utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik, panca indera, potensi dari kapasitas intelektual mulai menurun  pada tahap-tahap tertentu, dan sekali lagi orang-orang usia lanjut harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidakberdayaannya.

Lingkungan sosial
Sumber kegelisahan manusia ikut berubah sebagaimana pembangunan teknologi dan ilmu manusia itu sendiri. Manusia satu dengan lainnya selalu tergantung satu sama lain, sehingga jika orang satu dengan lainnya tidak dapat saling member seperti yang diharpakan maka hal ini akan menjadi sumber kegelisahan. Manusia akan membutuhkan orang laindalam hal status sosial, cinta kasih, dan rangsangan intelektual. Motif-motif sosial akan selalu berubah, padahal ketercapaiannya tergantung pada orang lain yang kadang-kadang menghalangi dengan berbagai hal dan motif.

Motif yang bertentangan
Sumber kegelisahan yang paling rumit ialah pertentangan antara dua motif/lebih. Hakikat dari konflik antar motif ini ialah bahwa seorang individu tak dapat mencapai tujuannya tanpa harus mengorbankan motif lainnya yang ia miliki. Kegelisahan ini merupakan kegelisahan yang sudah “built in” karena individu itu kecenderungan bertindaknya saling bertentangan sendiri. Konflik yang lebih sulit lagi ialah jika pemuasan terhadap salah satu motif malah menguatkan motif yang bertentangan. Pertentangan motif seperti ini akan menimbulkan kegelisahan dalam jangka waktu yang lama. Begitu ia ingin menekan keinginannya yang satu, maka makin kuatlah kehendak untuk mempertahankan keinginan yang tertekan itu. Konflik keinginan yang menimbulkan kegelisahan hidup manusia adalah hal yang tak terhindarkan, sebab manusia merupakan bentuk organisme yang dianugrahi dengan keinginan yang multikompleks. Di bawah ini akan diberikan ringkasan mengenai konflik-konflik yang terjadi pada manusia. Klasifikasi ini mula-mula dikemukakan oleh Kurt Lewin (1953). Menurut dia ada tiga tipe dasar konflik yaitu:
1.Approach-approach conflict
Konflik ini terjadi bila individu menghadapi dua motif yang sangat menarik. Sebagai contoh seorang anak mempunyai uang Rp. 50,00 ia pergi ke toko untuk membeli permen, ia akan bingung memilih bermacam-macam permen yang semuanya menarik seleranya. Tanda + adalah suatu kepuasan yang dapat dicapi, sedang anak panah menggambarkan motif orang itu, sedang manusia di tengah menggambarkan individu yang mengalami konflik.
2.Avoidance-avoidance conflict
Dalam konflik jenis ini individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak memberikan kepuasan baginya. Ia ingin menghindari keduanya, tetapi ia tak dapat menghindari yang satu tanpa tidak menghadapai yang lain. Konflik ini muncul karena 
   tekanan dari luar dan bukan berasal dari dalam. Jika konflik ini benar-benar tak  terhindarkan konflik ini akan benar-benar menjadi sumber kegelisahan yang berkepanjangan. Konflik semacam ini akan dihadapi oleh anak yang orang tuanya hidup berpisah. Jika ia diharapkan pilihan antara memilih ikut ibu/ayah, niscaya ia akan menghadapi pilihan yang sulit, ibarat menemukan buah simala kama.
3.Approach avoidance conflict
Konflik jenis ini disebabkan oleh pilihan yang tersedia mengandung dua hal bertentangan dengan keinginannya, tetapi sekaligus menyenangkannya. Tidak seperti jenis konflik sebelumnya, konflik terakhir ini cenderung menyebabkan kegelisahan yang berkepanjangan. Karena kepuasan dan ketidakpuasan ada dalam tawaran itu, dan orang tak dapat menunda suatu motif seperti dalam approach conflict maupun menghindarkan diri dari konflik seperti dalam avoidance-avoidance conflict, maka tindakan apapun yang ia lakukan akan menghasilkan kekecewaan dan kegelisahan. Seperti kata pepatah “Damned if you do and damned if you dot”

2.      Makna Kegelisahan   
Kegelisahan berasal dari kata gelisah. Gelisah artinya rasa tidak tentram di hati/merasa selalu khawatir, tidak dapat tenang (tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), dan cemas. Kegelisahan ini, apabila cukup lama hinggap pada manusia, akan menyebabkan suatu gangguan penyakit. Kegelisahan yang cukup lama akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia. Kegelisahan mungkin akibat kebutuhan hidup yang meningkat, rasa individualisme dan egoism, persaingan dalam hidup, dan keadaan yang tidak stabil. Penyebab kegelisahan dapat pula dikatakan akibat mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri kehidupan. Kehidupan ini yang menyebabkan mereka menjadi gelisah. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah, mereka hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti. Orang yang tidak mempunyai dasar dalam menjalankan tugas (hidup), sering ditimpa kegelisahan. Kegelisahan yang demikian sifatnya abstrak sehingga disebut kegelisahan murni, yaitu merasa gelisah tanpa mengetahui kegelisahannya, seolah-olah tanpa sebab. Alasan mendasar mengapa manusia gelisah ialah karena manusia memiliki hati dan perasaan. Bentuk kegelisahannya berupa keterasingan, kesepian, dan ketidapastian. Perasaan-perasaan semacam ini silih berganti dengan kebahagiaan, kegembiraan dalam kehidupan manusia. Perasaan seseorang yang sedang gelisah, ialah hatinya tidak tentram, merasa khawatir, cemas, takut, dan jijik.
Perasaan cemas menurut Sigmund Freud ada tiga macam, yaitu:
1.Kecemasan obyektif: kegelisahan ini mirip dengan kegelisahan terapan, seperti anaknya yang belum pulang, dan orang tua sakit keras
2.Kecemasan neurotic (saraf): hal ini timbul akibat pengamatan tentang bahaya dari naluri. Contohnya dalam penyesuaian diri dengan lingkungan, rasa takut yang irrasional semacam fobia, dan rasa gugup. Kecemasan ini dibagi dalam tiga macam, yakni:
A. Kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan. Kecemasan timbul karena orang itu takut akan bayangannya sendiri/takut akan idenya sendiri, sehingga menekan dan menguasai ego.
B.  Rasa takut irrasional/phobia. Rasa takut ini sudah menular, sehingga kadang-kadang tanpa alasan dan hanya karena pandangan saja, yang kemudian dilanjutkan dengan khayalan yang kuat dapat menimbulkan rasa takut.
C.  Rasa takut lain ialah rasa gugup, dan gagap
3.Kecemasan moral: hal ini muncul dari emosi diri sendiri sepertiperasan iri, dengki, dendam, hasud, marah, dan rendah diri.
Uraian mengenai penderitaan di sini dianalogikan dengan perasaan gelisah (kegelisahan hati) sebagai akibat kecemasan moral. Utuk mengatasi kegelisahan ini (dalam ajaran islam), manusia diperintahkan untuk meningkatkan iman, takwa, dan amal sholeh. Ada dua kecemasan moral, yakni:
A.  Sebab-sebab orang gelisah
Selanjutnya bila kita kaji, sebab-sebab orang gelisah adalah karena pada hakikatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.
B.  Usaha-usaha mengatasi kegelisahan
Mengenai mengatasi kegelisahan ini pertama-tama harus mulai dari diri kita sendiri, yaitu kita harus bersikap tenang. Dengan sikap tenang kita dapat berpikir tenang, dan segala kesulitan dapat kita atasi. Dengan ketenangan ini orang yang mengancam kita mungkin akan mengurungkan niatnya.

 3.      Makna Keterasingan
 Keterasingan berasal dari kata terasing, dan kata itu adalah dari kata dasar asing. Kata asing  berarti sendiri, tidak dikenal orang sehingga kata terasing berarti, tersisihkan dari pergaulan,  terpisahkan dari yang lain/terpencil. Terasing/keterasingan adalah bagian hidup manusia.  Sebentar/lama orang pernah mengalami hidup dalam keterasingan, sudah tentu dengan sebab dan  kadar yang berbeda satu sama lain. Sebab-sebab keterasingan:
 1.Perbuatan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Perbuatan itu atara lain: mencuri, bersikap angkuh, sombong/kaku.
 2.Sikap rendah diri. Sikap yang sejenis dengan angkuh/sombong ialah sikap kaku, pemarah, dan suka berkelahi. Sikap seperti itu, sebab takut terjadi konflik batin/pun konflik fisik. Umumnya orang tidak senang akan konflik fisik karena hal itu merupakan perbuatan anak kecil. Menurut Alex Gunur adalah sikap kurang baik. Sikap ini menganggap dirinya selalu/tidak berharga, tidak laku, tidak mampu di hadapan orang lai, sehingga merasa dirinya lebih rendah dari orang lain. Sikap rendah diri itu ada sebabnya, yakni:
A. Keterasingan karena cacat fisik
Cacat fisik itu tidak perlu membuat hidup terasing karena itu kehendak Tuhan. Namun manusia lain jalan pikirannya. Merasa malu anak/cucunya yang cacat fisik, maka disingkirkan anak tersebut dari pergaulan ramai, hidup dalam keterasingan.
B.  Keterasingan karena sosial ekonomi
     Ekonomi kuat/lemah adalah anugerah Tuhan. Orang tidak boleh membanggakan  kekayaan. Tetapi orang tidak boleh pula merasa rendah dirikarena keadaan ekonomi yang sangat rendah. Namun di dalam kenyataan lain keadaannya. Orang-orang yang lemah ekonominya seringkali merasa rendah diri, akibat orang-orang yang kaya sering membanggakan kekayaannya, meskipun tidak sengaja.
C.  Keterasingan karena rendah pendidikan
Banyak juga orang yang merasa rendah diri karena pendidikannya, berakibat kurang dapat mengikuti jalan pikiran orang yang berpendidikan tinggi dan banyak pengalaman. Dalam pergaulan orang-orang yang berpendidikan rendah dan kurang pengalaman biasanya menyendiri, mengasingkan diri karena serba sulit menempatkan diri.
D. Keterasingan karena perbuatannya
Orang terpaksa hidup dalam keterasingan karena merasa malu, dunia rasanya sempit, bila nampak orang ingin mukanya ditutupi. Itu semua adalah akibat dari perbuatannya, yang tidak bisa diterima oleh masyarakat lingkungannya.

Usaha-usaha untuk mengatasi keterasingan
Keterasingan biasanya terjadi karena sikap sombong, angkuh, pemarah, kaku, tetapi juga karena rendah diri, perbuatan yang melanggar norma hukum. Pada hakikatnya sikap sombong, angkuh, kaku, rasa rendah diri orang takut kehilangan haknya. Untuk mengatasi keterasingan ini perlu kesadaran yang tinggi. Orang yang bersikap disadarkan, karena apa yang mereka lakukan dianggapnya sudah benar semua. Untuk meningkatkan harga dirinya, tentu ia harus banyak belajar dan bergaul. Pergaulan itu dilakukan sedikit demi sedikit dan terus meningkat. Sehingga akhirnya menjadi biasa.  

4.   Makna Kesepian                                                                                                              kesepian berasal dari kata sepi, artinya sunyi, lengang, tidak ramai, tidak ada orang/kendaraan, tidak banyak tamu, tidak banyak pembeli, dan tidak ada apa-apa.
      Sebab-sebab terjadinya kesepian
      Bermacam-macam penyebab terjadinya kesepian. Frustasi pun dapat mengakibatkan kesepian. Yang bersangkutan tidak mau diganggu, ia lebih senang dalam keadaan sepi, dan tidak suka bergaul. Ia lebih senang hidup sendiri.bila kita perhatikan sepintas lalu mungkin keterasingan dan kesepian serupa tetapi sebenarnya tidak sama, tetapi ada hubungannya. Beda antara keduanya hanya terletak pada sebab akibat.
      Hidup kesepian akibat takut kehilangan hak nama baik
      Nama baik merupakan harapan setiap orang. Bahkan orang tak takut mati demi menjaga nama baik. Meskipun sudah berhati-hati menjaganya mungkin juga orang masih berbuat salah, sehingga cemar nama baiknya. Untuk ini seringkali bersangkutan terpaksa hidup mengasingkan diri, akibatnya kesepian.

5.   Makna Ketidakpastian                                                                                               ketidakpastian berasal dari kata tidak pasti artinya tidak menentu (pikirannya)/mendua, atau apa yang dipikirkan tidak searah, kemana tujuannya tidak jelas. Itu semua adalah akibat pikirannya tidak dapat konsentrasi. Ketidakkonsentrasianitu disebabkan oleh berbagai sebab, yang jelas pikirannya kacau. Sebab-sebab terjadinya ketidakpastian:
      1. Obsesi. Merupakan gejala neurose jiwa, yaitu adanya pikiran/perasaan tertentu yang terus- menerus, biasanya tentang hal-hal yang tak menyenangkan, atau sebab-sebab tak diketahui oleh penderita.
      2. Phobia. Ialah rasa ketakutan yang tak terkendalikan, tidak normal, kepada suatu hal/kejadian, tanpa diketahui sebab-sebabnya. Orang yang dilanda ketakutan itu tak dapat berpikir, pikirannya tidak pasti, dan tidak menentu.
      3. Kompulsi. Ialah adanya keraguan yang sangat mengenai apa yang telah dikerjakan, sehingga ada dorongan yang tak disadari untuk selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang serupa berulang kali.
      4.Histeria. ialah neurose jiwa yang disebabkan oleh tekanan mental, kekecewaan, pengalaman pahit yang menekan, kelemahan syaraf, tidak mampu menguasai diri, atau sugesti dari sikap orang lain.
      5. Delusi. Menunjukkan pikiran yang tidak beres, karena berdasarkan suatu keyakinan palsu. Tidak dapat memakai akal sehat. Tidak ada dasar kenyataan dan tidak sesuai dengan pengalaman. Delusi ini ada tiga macam, yakni:
          A. Delusi persekusi    : menganggap adanya keadaan yang jelek di sekitarnya
          B. Delusi keagungan  : mengangap dirinya orang penting dan besar. Orang seperti itu biasanya gila hormat. Menganggap orang di sekitarnya sebagai orang-rang tidak penting. Akhirnya semua orang menjauhi juga.
          C. Delusi melancholis : merasa dirinya bersalah, hina, dan berdosa. Hal ini dapat mengakibatkan buyuten/dikenal dengan nama delirium tremens, hilangnya kesadaran dan menyebabkan otot-otot tak terkuasa lagi. Ia kehilangan ingatannya sama sekali, mengalami tensi tinggi dan mengingat sesuatu yang belum pernah dialami.
      6. Halusinasi. Khayalan yang terjadi tanpa rangsangan pancaindera. Seperti para prewangan (medium) dapat digolongkan pada pengalaman halusinasi. Dengan sugesti diri orang dapat juga berhalusinasi. Halusinasi buatan, misalnya dapat dialami oleh orang mabuk/pemakaian obat bius. Kadang-kadang karena halusinasi orang-orang merasa mendapat tekanan terhadap dorongan-dorongan itu menemukan sasarannya, ini nampak dalam perbuatan-perbuatan (penderita itu dapat menyadari perbuatannya itu, tetapi tidak dapat menahan rangsang khayalan sendiri)
      7. Keadaan emosi. Sikapnya dapat apatis/terlalu gembira dank arena itu dilepaskan di dalam gerakan-gerakan tari-tarian, nyanyian, ketawa/berbicara. Sikap ini dapat pula berupa kesedihan menekan, tidak bernafsu, tidak bersemangat. Gelisah, resah, suka mengeluh, tidak mau berbicara, diam seribu bahasa, termenung, menyendiri. Jells kepada kita orang yang demikian itu tidak mungkin dapat berpikir dengan tenang, dan dengan baik. Untuk mengatasi/untuk menghilangkan pikiran yang kacau itu perlu dicari penyebabnya, andaikata telah diketahui penyebabnya tetap masih sakit, penderita perlu diajak pergi/pergi sendiri ke psikolog.


Sumber : Buku ilmu budaya dasar. 
               Drs. Joko Tri Prasetya,dkk
   

              


Rabu, 23 Desember 2015

Bab 9. Manusia dan Tanggung Jawab

Manusia dan Tanggung Jawab

1.      Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidah disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Anda seorang mahasiswa , kewajiban adalah belajar. Bila anda belajar, maka hal itu berarti anda telah memenuhi kewajiban anda. Berarti pula anda telah bertanggung jawab atas kewajiban anda. Sudah tentu, bagaimana kegiatan belajar anda, itulah kadar pertanggungjawaban anda. Bila pada ujian anda mendapat nilai C, atau B maka nilai C atau B itulah kadar pertanggungjawaban anda.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut karena manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk Tuhan. Dalam konteks individual berkaitan dengan konteks teologis. Manusia sebagai makhluk individual artinya manusia harus bertanggung jawab terhadap dirinya (keseimbangan jasmani dan rohani) dan bertangung jawab terhadap Tuhannya (sebagai penciptanya). Tanggung jawab manusia terhadap dirinya akan lebih kuat intensitasnya apabila ia memiliki kesabaran yang mendalam.
     Tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya timbul karena manusia sadar akan keyakinannya              terhadap nilai-nilai. Terutama keyakinannya terhadap nilai yang bersumber dari ajaran agama.              Manusia bertanggung jawab terhadap kewajibannya menurut keyakinan agamanya. Tanggung jawab      dalam konteks pergaulan manusia adalah keberanian. Orang yang bertanggung jawab adalah orang        yang berani menanggung resiko atas segala yang menjadi tanggung jawabnya. Ia jujur terhadap            dirinya dan jujur terhadap orang lain, tidak pengecut dan mandiri. Kewajiban dibagi menjadi dua           bagian, yaitu:
1.Kewajiban terbatas         : kewajiban ini tanggung jawabnya diberlakukan kepada  setiap orang,  sama, tidak dibeda-bedakan. Contohnya undang-undang larangan membunuh, mencuri, yang disampingnya diadakan hukuman-hukuman.
2.Kewajiban tidak terbatas: kewajiban ini tanggung jawabnya diberlakukan kepada semua orang. Tanggung jawab kewajiban ini nilainya lebih tinggi, sebab dijalankan oleh suara hati, seperti keadilan dan kebajikan.

 2.   Macam Tanggung Jawab
      A. Tanggung jawab kepada keluarga
           Masyarakat kecil ialah keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab   juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
B. Tanggung jawab kepada masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial. Karena itu, dalam berpikir, bertingkah laku, dan berbicara manusia terikat oleh masyarakat.
C.  Tanggung jawab kepada Bangsa/Negara
          Bahwa tiap manusia, tidak individual adalah warga Negara suatu Negara. Manusia tidak dapat             berbuat semau sendiri, bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab                   kepada Negara. 
D. Tanggung jawab kepada Tuhan
Sebagai ciptaan Tuhan manusia dapat mengembangkan diri sendiri dengan sarana-sarana pada dirinya yaitu pikiran, perasaan, seluruh anggota tubuhnya, dan alam sekitarnya.

3.      Pengabdian
Adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan antara lain kepada raja, cinta, kasih sayang, hormat, atau suatu ikatan dan semua dilakukan dengan ikhlas.
A.    Pengabdian kepada keluarga

Hidup berkeluarga ini didasarkan atas cinta dan kasih sayang. Kasih sayang ini mengandung pengertian pengabdian dan pengorbanan. Tidak ada kasih sayang tanpa pengabdian. Bila ada kasih sayang tidak disertai pengabdian, berarti kasih sayang itu palsu/semu.
B.    Pengabdian kepada masyarakat
Manusia adalah anggota masyarakat. Ia tak dapat hidup tanpa orang lain, karena tiap-tiap orang saling membutuhkan.
C.     Pengabdian kepada Negara
Manusia pada hakikatnya adalah bagian dari suatu bangsa/warga Negara suatu Negara. Karena itu seseorang warga mencintai bangsa dan negaranya.

4.      Kesadaran
Adalah keinsyafan akan perbuatannya. Sadar artinya merasa, tahu, atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya, ingat kembali (dari pinggangnya), siuman, bangun (dari tidur) ingat, tahu dan mengerti, misalnya, rakyat telah sadar akan politik. Kesadaran moral amat penting untuk diperhatikan orang, karena pelanggaran moral dapat berakibat merusakkan nama. Oleh sebab itu kesadaran moral perlu dijaga oleh setiap individu. Al ini tidak berarti bahwa kesadaran yang lain tidak penting. Semua kesadaran penting, karena ketidaksabaran adalah salah satu hal yang dapat menggoncangkan/sekuranfg-kurangnya membuat kepincangan dalam hidup.
5.      Pengorbanan
Berasal dari kata korban, artinya memberikan secara ikhlas, harta, benda, waktu, tenaga, pikiran, bahkan mungkin nyawa, demi cintanya/ikatannya dengan sesuatu/demi kesetiaan, kebenaran. Pengorbanan merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat berupa harta benda, pikiran, perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya. Pengorbanan diserahkan secara ikhlas tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan saja diperlukan.
A.    Pengorbanan kepada keluarga
Pada hakikatnya manusia hidup berkeluarga. Dasar hidup berkeluarga ialah kasih sayang. Kasih sayang memerlukan pengorbanan. Tanpa pengorbanan tidak ada kasih sayang/tidak ada cinta.
B.     Pengorbanan kepada masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial, karena manusia tidak dapat hidup sendiri, dan saling membutuhkan.
C.     Pengorbanan kepada Bangsa dan Negara
Semua orang pasti menjadi anggota/warga dari suatu bangsa/Negara dan mempunyai kewajiban antara lain membela Negara. Pembelaan itulah disebut pengorbanan.
D.    Pengorbanan karena kebenaran
Ada peribahasa “berani karena benar, takut karena salah”. Menurut kodratnya, manusia mempunyai hak hidup, dan hak kemerdekaan hidup. Oleh karena itu penjajahan di atas bumi bertentangan dengan kodrat alam.
E.     Pengorbanan kepada agama
      Berkorban kepada agama berarti juga berkorban demi cintanya kepada Allah. Hal ini terjadi           karena adanya manusia bukan dengan sendirinya, tetapi ada karena diciptakan Allah. Karena           itu wajiblah manusia berkorban demi cintanya kepada agama dan juga kepada penciptanya.

6.      Manusia dan tanggung jawab
Manusia sering disebut sebagai makhluk yang bebas, artinya bebas menentukan dirinya sendiri. Akal dan budi telah menempatkan manusia dalam kedudukan yang “membahagiakan”. Di pihak lain akal dan budi memberikan “beban’bagi manusia. Sebab setiap manusia harus bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuatnya. Setiap manusia harus berani menanggung resiko dari apa yang dilakukannya. Setiap anggota masyarakat dituntut tanggung jawab, demi tegaknya perarturan. Semua perilaku setiap anggota masyarakat harus dapat diterima oleh masyrakat bersangkutan. Bila ada pelanggaran dia akan mendapat hukuman dari masyarakat bersangkutan. Baik hukuman fisik, maupun hukuman non fisik, yaitu dikucilkan dari pergaulan. Hukuman pengucilan merupakan hukuman yang paling berat, sebab orang tersebut dijauhkan dari pergaulan dengan sesamanya.


Sumber: Buku Ilmu Budaya Dasar
Drs. Djoko Widagdho, dkk  


Senin, 14 Desember 2015

Bab 8. Manusia dan Pandangan Hidup

Manusia dan Pandangan Hidup

1.      Cita-Cita
Pandangan hidup terdiri atas cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup. Dalam kehidupannya manusia tidak dapat melepaskan diri dari cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup itu. Orang tua selalu menimang-nimang anaknya sejak masih bayi agar menjadi “dokter”, insinyur, dan sebagainya.” Ini berarti bahwa sejak anaknya lahir, bakan sejak dalam kandungan, orang tua telah berangan-angan agar anaknya mempunyai jabatan yang yang biasanya tak tercapai oleh orang tuanya. Karena itu wajarlah apabila cita-cita, kebajikan, dan pandangan hidup merupakan bagian hidup manusia. Tidak ada orang hidup tanpa cita-cita, tanpa berbuat kebajikan, dan tanpa sikap hidup. Sudah tentu kadar/tingkat cita-cita, kebijakan, dan sikap hidup itu berbeda-beda bergantung kepada pendidikan, pergaulan, dan lingkungan masing-masing. Cita-cita itu perasaan hati yang merupakan suatu keinginan yang ada dalam hati. Cita-cita sering kali diartikan sebagai angan-angan, keinginan, kemauan, niat, atau harapan. Cita-cita itu penting bagi manusia, karena adanya cita-cita menandakan kedinamikan manusia. Keinginan orang tua atas anaknya bergantung kepada pendidikan, pengalaman, dan lingkungan orang tua. Orang tua yang petani dan buta huruf serta mempunyai sosial ekonomi lemah mungin hanya berkeinginan agar anaknya pandai/cukup mengharapkan anaknya kelak jangan menderita seperti mereka. Tidak ada orang tua berkeinginan agar anaknya menjadi orang yang tidak baik, sekalipun orang tuanya seperti kusni kasdud. Atau biarpun orang tuanya dibenci orang kerena tingkah lakunya, sifatnya, ketamakannya, dan kesadisannya.
Contoh cita-cita yang berarti harapan, misalnya Adi mendapat nilai C, bukan main kecewanya. Ia mengharapkan nilai A, sebab persiapan yang dilaksanakannya cukup lama dan ia merasa telah menguasai materi yang diujikan. Keluhannya “Keadaan itu tidak sesuai dengan cita-cita saya”.
      Contoh cita-cita yang berarti keinginan. Budi ingin sekali melanjutkan sekolah ke ITB. Ia                   mendaftar dan kemudian mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Ternyata Budi tidak lulus               sehingga ia tidak dapat melanjutkan studinya di ITB. Ia kecewa karena gagal melanjutkan studi di       ITB.
Contoh cita-cita yang berarti tujuan. Nana bertujuan setamat SMA akan melanjutkan sekolah di Jakarta, mengikuti pamannya. Ternyata setelah tamat dari SMA pamannya dipindahkan ke luar Jawa. Hal ini menyebabkan Nana tidak jadi melanjutkan sekolah di Jakarta. Cita-cita Nana melanjutkan di Jakarta gagal. Ada tiga kategori keadaan hati seseorang, keras, lunak, dan lemah. Orang yang berhati keras, tak berhenti berusaha sebelum cita-citanya tercapai. Ia tidak menghiraukan rintangan, tantangan, dan segala kesulitan yang dihadapinya. Orang yang berhati keras biasanya mencapai hasil yang gemilang dan sukses hidupnya.
Orang yang berhati lunak dalam usaha mencapai cita-citanya menyesuaikan diri dengan situasi dan kondidi. Namun ia tetap berusaha mencapai cita-cita itu. Karena itu biarpun lambat ia akan berhasil juga mencapai cita-citanya.
     Orang yang berhati lemah, mudah terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Bila menghadapi kesulitan      cepat-cepat ia berganti haluan, dan berganti keinginan. 

2.      Kebajikan  
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakikatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma agama/etika. Manusia berbuat baik karena menurut kodratnya manusia itu baik, makhluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsure itu terpisah bila manusia meninggal. Karena merupakan pribadi, manusia mempunyai pendapat sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan sendiri, dan cita-cita sendiri.
Manusia merupakan makhluk social, manusia hidup bermasyarakat, saling membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat.
Manusia sebagai makhluk Tuhan, diciptakan Tuhan dan dapat berkembang arena Tuhan. Untuk itu manusia dilengkapi kemampuan jasmani dan rohani, juga fasilitas alam sekitarnya, seperti tanah, air, dan tumbuh-tumbuhan.
Untuk melihat apa itu kebajikan kita harus melihat dari tiga segi, yaitu: manusia sebagai pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat, dan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Manusia sebagai pribadi dapat menentukan baik buruk. Yang menentukan baik buruk adalah suara hati . suara hati itu semacam bisikan dalam hati untuk menimbang perbuatan baik/tidak. Jadi suara hati itu merupakan hakim terhadap diri sendiri. Demikian pula suara hati masyarakat yang menentukan baik buruk adalah suara hati masyarakat. Suara hati manusia adalah baik tetapi belum tentu suara hati masyarakat menganggap baik.

3.      Sikap Hidup
Sikap hidup ialah keadaan hati dalam menghadapi hidup ini. Sikap itu ada di dalam hati kita dan hanya kitalah yang tahu. Orang lain hanya baru tahu setelah kita bertindak. Setiap manusia mempunyai sikap dan sudah tentu tiap-tiap orang berbeda sikapnya. Sikap dapat dibentuk sesuai dengan kemauan yang membentuknya. Pembentukan sikap ini terjadi melalui pendidikan.  Sikap juga dapat berubah karena situasi, kondisi, dan lingkungan. Dalam rangka menciptakan keadilan sosial bagi bangsa Indonesia, yang pada hakikatnya menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi saluran rakyat Indonesia, pemerintah berusaha menanamkan  sikap-sikap positif bagi bangsa Indonesia. Sikap-sikap itu antara lain: sikap suka bekerja keras, gotong royong, menjaga hak dan kewajiban, sikap suka menolong, dan sikap menghargai pendapat orang lain.

4.      Manusia dan Pandangan Hidup
Akal dan budi sebagai milik manusia ternyata membawa cirri tersendiri akan diri manusia itu. Sebab akan dan budi mengakibatkan manusia memiliki keunggulan dibandingkan makhluk lain. Satu diantara keunggulan manusia tersebut ialah pandangan hidup. Di satu pihak manusia menyadari bahwa dirinya lemah, di pihak lain manusia menyadari kehidupannya lebih kompleks. Pandangan hidup ternyata sangat penting baik untuk kehidupan sekarang maupun kehidupan di akhirat, dan sudah sepantasnya setiap manusia memilikinya. Maka pilihan pandangan hidup harus benar-benar berdasarkan pilihan akal, bukan sekadar ikut-ikutan saja.


      Sumber: Buku Ilmu Budaya Dasar
Drs. Djoko Widagdho, dkk   


Selasa, 08 Desember 2015

Bab 7. Manusia dan Keadilan

Manusia dan Keadilan

1.      Makna Keadilan
Keadilan ialah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup kita, maka kita wajib mempertahankan hak hidup tersebut dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan bahwa orang lainpun mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita mengakui hak hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mempertahankan hak hidup kita sendiri. Jadi keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan/keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajibannya (Drs. Suyadi M.P.1986)
Khong Hu Tsu, seorang filosof Cina menuturkan tentang keadilan dan berpendapat “Bila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya, maka itulah keadilan”. Agaknya menyadari akan peranan  masing-masing dari suatu fungsi merupakan suatu keharusan bagi tercapainya suatu keadilan.
Aristoteles mengatakan bahwa keadilan adalah suatu kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan disini diartikan sebagai titik tengah di antara kedua ujung ekstrim yang terlalu kanana dan terlau kiri/terlalu banyak dan terlalu sedikit dari kedua ujung ekstrim tersebut, baik yang menyangkut dua orang maupun dua benda. Plato menganggap bahwa keadilan merupakan kewajiban tertinggi dalam kehidupan Negara yang baik, sedangkan orang yang adil adalah orang yang mampu mengendalikandiri, perasaannya dikendalikan oleh akal sehat. Menurut “Ensiklopedi Indonesia”
Adil:
1. Tidak berat sebelah/tidak memihak kesalah satu pihak
2. Memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya
3. Mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tepat menurut peraturan/syarat dan rukun yang telah di tetapkan. Tidak sewenang-wenang dan tidak maksiat/berbuat dosa.
4. Orang yang berbuat adil, kebalikan dari fasiq. Adil adalah sendi pokokdi dalam soal hukum. Setiap orang harus merasakan keadilan. Perbedaan tingkat dan kedudukan sosial. Perbedaan derajat dan keturunan, tidak boleh untuk dijadikan alasan untuk memperbedakan hak seseorang di hadapan hukum, baik hukum Tuhan maupun hukum yang dibuat manusia. Adil tidak hanya idaman manusia, tetapi juga diperintahkan oleh Tuhan “Dan jika kamu memutuskan perkara, hukumlah antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah cinta kepada orang-orang yang berbuat adil” (Qs. Al-Maidah: 42). “Putuslah mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu turuti hawa nafsu mereka” (Qs. Al-Maidah: 49)

 Ditinjau dari bentuk ataupun sifat-sifatnya, keadilan dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis:
1. Keadilan legal/keadilan moral
 Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras    kepada bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bila setiap anggota melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya. Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan keserasian.
2.   Keadilan distributif
Dalam Negara, pejabat pemerintah harus bersikap dan bertindak adil yaitu tidak memihak, sama hak, bersikap hukum, sah menurut hokum, layak wajar secara moral, maka tidak akan ada kericuhan baik dalam sidang maupun di instansi mana saja.
3.   Keadilan komutatif
Bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Masing-masing warga Negara di wajibkan berbuat adil terhadap sesamanya, artinya melaksanakan hak serta kewajibannya dengan baik dan tidak merusak/ bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat. Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan/ketidakadilan setiap hari. Ada berbagai macam keadilan dalam masyarakat, keadilan legal, keadlian distributif, keadilan komutatif. Pada hakikatnya keadilan-keadilan tercipta mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera dan sentosa.

2.      Kejujuran dan Kebenaran  
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada.
Kebenaran atau benar dalam arti moral berarti tidak palsu, tidak munafik, yakni bila perkataannya sesuai dengan keyakinan batinnya/hatinya. Suatu kebenaran sejati, berlaku bagi setiap orang yang mengetahui. Demikianlah kebenaran dan kejujuran yang dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi adalah kesadaran tentang akan sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap perbuatan salah/dosa. Kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri sendiri, kesadaran melihat dirinya sendiri berhadapan dengan pilihan hal yang baik dan buruk, yang halal maupun haram/yang boleh dan tidak boleh dilakukan meskipun dapat dilakukan. Kejujuran dan kebenaran merupakan landasan untuk keadilan. Berbagai macam hal yang menyebabkan orang berbuat tidak jujur. Mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh lingkungan, karena sosial ekonomi, terpaksa ingin popular, karena sopan santun, dan untuk mendidik. Dalam kehidupan sehari-hari jujur/tidak jujur merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.Ketidakjujuran sangat luas wawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan dan kebutuhan hidup manusia. Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cara dan sikap perlu dipupuk. Namun, demi sopan santun dan pendidikan, orang diperbolehkan berkata tidak jujur sampai pada batas-batas dibenarkan.

3.      Kecurangan 
Atau curang identik dengan ketidakjujuran/tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur. Curan/kecurangan artinya apa yang dikatakan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha? Sudah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar.selain dari pada itu, kehidupan selalu ada baik dan buruk. Dalam konflik, yang baik selalu menang, meskipun pada mulanya kalah. Yang baik itulah sesuai dengan kata hati. Seperti hal nya Rahwana yang tidak baik. Maka adiknya Kumbakarna dan Wibisana tak mau membela yang tidak baik karena kedua adiknya mengikuti kata hatinya. Kecurangan banyak menimbulkan daya kreatifitas bagi seniman. Oleh karena itu, banyak hasil seni yang lahir dari imajinasi kecurangan. Hasil seni itu, antara lain seni tari, seni sastra (novel, roman, cerpen), drama, film, dan filsafat.

4.      Pemulihan Nama Baik
Pada hakikatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral/tidak sesuai dengan akhlak. Akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata khlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptaannya sebagai manusia. Untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan akhlak yang baik. Ada tiga macam godaan yaitu derajat/pangkat, harta dan wanita. Bila orang tak dapat menguasai hawa nafsunya, maka orang akan terjerumus ke jurang kenistaan karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta dan wanita itu dengan mempergunakan jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara lain, fitnah, membohong, suap, mencuri, merampok, dan menempuh semua jalan yang diharamkan. Untuk memulihkan nama baik, manusia harus tobat/minta maaf. Tobat dan minta maaf tidah hanya di bibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah; berbuat budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang, tanpa pamrih, takwa kepada tuhan, dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil, dan budi luhur selalu dipupuk.

5.      Pembalasan    
Pembalasan itu ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negative. Pembalasan yang bersifat positif ialah pembalasan yang dilakukan atas dasar saling menjaga dan menghargai hak dan kewajiban masing-masing. Dalam Al-qur’an pun terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan dan balasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka. Pembalasan disebabkan adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaualan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Oleh karena tiap manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar/diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.


Daftar pustaka: Ilmu Budaya Dasar
Drs. Joko Tri Prasetya, dkk.