Senin, 04 Januari 2016

Bab 11. Manusia dan Harapan

Manusia dan Harapan

1.      Berbagai contoh dalam kehidupan
Beberapa ilustrasi mengenai penderitaan yang sekaligus disertai dengan harapan untuk bebas dari penderitaan, adalah sebagai berikut:
A. Penderitaan yang dialami oleh seorang ibu yang sudah saatnya bersalin. Rasa sakit yang dialami sering dilukiskan oleh ibu sebagai seribu rasa sakit berpadu dalam satu saat. Pada saat itu, yang diharapkan oleh ibu adalah kelahiran anaknya, laki-laki/perempuan, dalam keadaan hidup dan sehat, dapat melengking tangis yang kuat selanjutnya, ibu itu berharap agara ia dapat mendekapkan anaknya yang baru lahir di dada sebelah kirinya, disusuinya, ditempelkan di dadanya supaya degup jantung ibunya didengarkan oleh anaknya, demikianlah harapan ibunda terhadap anaknya dengan penuh kasih dan sayang.
B.  Penderitaan yang dialami oleh orang yang sakit. Ia pergi berobat ke dokter/kepada orang yang dianggapnya dapat mengobatinya, dengan harapan agar ia dapat pulih kesehatannya dan dapat hidup wajar sebagai mana layaknya anggota masyarakat yang lain.
C.  Penderitaan para pejuang kemerdekaan. Dengan menerjunkan diri ke kancah pejuang untuk merebut kemerdekaan, sebenarnya pejuang itu “menjerumuskan diri” ke dalam penderitaan.
D. Penderitaan yang dialami oleh pelajar/mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa sebenarnya adalah orang yang mau dan bersediahidup menderita. Meskipun demikian, di balik penderitaan itu mereka mempunyai harapan untuk dapat menempuh hidup di dunia dengan cara dan langkah yang baik. Mereka mempertaruhkan daya, tenaga, dan dana untuk mendapatkan nilai tambah bagi kehadirannya dalam hidup bersama di dunia ini. Mereka berharap agar dalam masa dewasanya dicapainya kenikmatan yang lebih tinggi kadanya ketimbang yang tidak menempuh kehidupan sebagai pelajar/mahasiswa.
E.  Perjaka/gadis yang memasuki periode perkembangan jasmani dan rohani tertentu. Hamper semua aktifitas perjaka/gadis itu diorientasikan untuk menciptakan kebaikan suasana pada perjumpaan dengan kekasihnya. Meskipun dalam perjalanan untuk menciptakan suasana yang serba menyenangkan itu tidak kecil kemungkinannya dijumpai ha-hal yang “menyakitkan” yang menyebabkan timbulnya penderitaan.

2.      Nilai-nilai budaya sebagai tolak ukur harapan    
Dalam hasil sastra jawa, misalnya terdapat nilai budaya yang meliputi:
A.Nilai kejuangan dan semangat pengorbanan
B.Nilai-nilai kerumahtanggaan dan
C.Nilai-nilai kemandirian kaum wanita.
Karya-karya yang memuat nilai-nilai kejuangan di antaranya adalah serat sewaka, serat wirawiyata, serat panitipraja, serat piwulang bejik, serat margawireja, dan serat wedhawara. Yang berkaitan dengan nilai-nilai kerumahtanggaan misalnya: serat panitibaya, dan serat yajnyasusila. Sedangkan yang bertalian dengan nilai kemandirian kaum wanita adalah serat warayagnya, dan serat rajabrana.  Nilai kejuangan yang dijadikan tolak ukur dan selanjutnya diharapkan agar dimiliki oleh calon warga masyarakat di antaranya:
A.Kesetiaan
B.Kesungguhan
C.Pengutamaan untuk mengabdi pada tugas
D.Pemberian nilai kepada setiap jenis pekerjaan
E. Disiplin, dan
F.Watak pejuang.
Nilai-nilai kerumahtanggaan yang diharapkan berkembang di dalam setiap keluarga adalah:
A.Dibentuk melalui proses pernikahan menurut agama
B.Hubungan suami dan isteri yang berdasarkan cinta kasih
C.Jati diri suami berdasarkan watak yang baik, benar dan mantap
D.Jati diri isteri berdasarkan watak yang baik, benar dan mantap
E.Hubungan antara orang tua dan anak menurut kewajiban dan hak masing-masing, dan
F. Pembinaan keluarga kearah kehidupan yang sejahtera dan bahagia.
Adapun nilai-nilai kemandirian kaum wanita yang diharapkan dapat oleh setiap individu wanita adalah yang bertalian dengan sifat-sifat sebagai berikut:
A.Kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas, dengan penuh konsentrasi, dan tekun
B.Hemat dan mampu merawat, tidak menggunakan kata-kata lekoh dalam berkomunikasi, setiap tindakan harus berdasarkan rencana yang matang dan cermat, menjauhkan diri dari perbuatan yang sia-sia, dan senantiasa berusaha mendudukan setiap masalah pada proporsi dengan tepat, serta dapat melandasi setiap perilakunya dengan penuh berwatak pandai memelihara dan menjaga sesuatu yang harus dipertanggung-jawabkan.
C.Tidak lengah dan dapat mengatur pengelolaan rumah tangganya
D.Dengan cepat dapat menyelesaikan pekerjaan, terampil, segera memulai pekerjaan yang diserahkan kepadanya, tidak ragu-ragu dalam menyelesaikan tugas
E.Penuh konsentrasi dan teguh dalam pendirian, serta penuh prakarsa, dan
F.Bersemangat dan tidak mengenal putus asa
Nilai-nilai kejuangan, kerumahtanggaan, dan kemandirian kaum wanita yang diharapkan dalam kebudayaan tersebut, di dalam hasil sastra jawa diberi istilah sebagai berikut:
1.Mantep, tenan, taberi (mantap, serius, tekun)
2.Patitis (telita, cermat)
3.Satuhu (setia)
4.Nasiti, ngati-ati, merak ati (berencana, berhati-hati, manarik)
5.Mawa denga lawan watara (penuh perhitungan)
6.Mantep suci ing kalbu (mantap dan berhati suci)
7.Den watak amba, den gedhe pengapurane (sabar dan pemaaf)
8.Basanira den manis arum (berbahasa dengan baik)
9.Wajib anggulan semedi lang enget kang sampun dadi tuladha (wajib menunaikan ibadah dan senantiasa mengacu kepada tokoh teladan)
10.  Pratikele wong akrami among ati pawitane (pranata keluarga yang dibangun dengan perkawinan hanya bermodal niat iktikad, cipta, rasa, dan karsa)
11.  Bobot, bebet, bibit, warna, brana, wibawa, pambeka, yogyane kawikana sebagai landasan pemilihan jodoh (sebaiknya memenuhi syarat: berpengetahuan, berkelakuan baik, sehat jasmaniah, dan rohaniah, berparas baik, bernafkah, dihormati dan berkarakter)
12.  Sregep, pethel, tegen, wekel, penagti-ati sebagai syarat untuk melestarikan rumah tangga  (rajin berkerja, tidak menjadi sumber kemarahan, memberikan kepuasan pihak yang berhak memimpin dan memberi amanat dapat dipercya, senantiasa menghindarkan diri dari kesalahan)
13.  Aja kereng drengki lan cengkiling, an aja ngrusak barang (hindarkan tabiat pemarah, cemburuan, dan suka memukul, dan janganlah merusak barang milik)
14.  Tumrap kakung: teguh, tanggon, tanggup (bagi pria: berbadan sehat dan suka bekerja keras/berat, tidak mudah terpengaruh/gugup/emosi, dapat bertindak sebagai pelindung)
15.  Tumrap pawestri: merak, ati, gumati, luluh (bagi wanita/isteri: rapi/bersih, bekerja dengan penuh konsentrasi, tekun dan tuntas arif sebagai pendidik)
16.  Tmrap anak: wedi trusing ati marang wong tuwane, serta marang gurune, ora madal parentah lan mumpung kara, ora nyatur bapa buyung lan ngalem awaki dhewe (bagi anak: dengan ikhlas mentaati orang tua, gurunya, tidak membantah/menolak nasihat tetapi jika memang ada hal-hal yang tidak disetujui disampaikan apabila terbukti bahwa nasihat tersebut ternyata tidak benar, dan tidak mempergunjing ayah dan ibunya memuji kebaikan dirinya)
17.  Gelaring pembudi nut ing jaman kelakone, rigen, gemi, nastiti, weruh etung, taberi tetanya, nyegah kayun, nemen ing seja, aja tuman utang silih, luwih lara laraning ati ora kaya wong tininggal arta kang wis ilang piyandele, lipure mung yen turu, lamun tangi sungkawa malih (dapat menyesuaikan diri, mampu menyelesaikan tugas/pekerjaan dengan baik dan hingga berhasil. Hemat, cermat, tahu akan perhitungan, rajin bertanya untuk menambah pengetahuan, mencegah kehendak yang menjurus kepada pengorbanan nafsu, bersungguh-sungguh dalam mencapai cita-cita, tidak membiasakan berhutang yang berakibatkan menjauhkan ketentraman.


3.      Makna Harapan
Harapan berasal dari kata harap artinya keinginan supaya sesuatu terjadi. Yang mempunyai harapan/keinginan itu hati. Putus harapan berarti putus asa. Untuk mewujudkan harapan itu harus disertai usaha sesuai dengan apa yang diharapkan. Meskipun sudah berusaha keras pun kadang-kadang harapan itu belum tentu terwujud. Misalnya, apakah budi pasti dapat nilai A, belum tentu. Apakah pasti hasil yang diperoleh mang udin kelak sesuai dengan harapannya, juga belum pasti. Tuhanlah yang menentukan. Manusia sekadar berusaha. Harapan artinya keinginan yang belum terwujud. Setiap orang mempunyai harapan. Tanpa harapan manusia tidak ada artinya sebagai manusia. Manusia yang tak mempunyai harapan berarti tak dapat diharapkan lagi. Menurut kodratnya dalam diri manusia ada dorongan, yakni dorong kodrat dan dorongan hidup. Dorongan kodrat itu ialah menangis, tertawa, berpikir, berkata, bercinta, dan mempunyai keturunan. Kebutuhan hidup ialah kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani ialah pangan, sandang, dan papan sedangkan kebutuhan rohani meliputi kebahagiaan, kesejahteraan, kepuasan, dan hiburan. Dalam mencukupi kebutuhan itu baik kebutuhan kodrat maupun kebutuhan hidup manusia tidak dapat mencapai sendiri, melainkan harus dengan bantuan orang lain. Lima macam kebutuhan manusia itu ialah:
1.Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup
2.Harapan untuk memperoleh keamanan
3.Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai
4.Harapan memperoleh status/untuk diterima/diakui lingkungan
5.Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita

4.      Makna Kepercayaan
Kepercayaan berasal dari kata percaya artinya mengakui/meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan/keyakinan akan kebenaran. Ada ucapan yang sering kita dengar:
1.Ia tidak percaya pada diri sendiri
2.Saya tidap percaya ia berbuat seperti itu/berita itu kurang dapat dipercaya akan kebenarannya
3.Kita harus percaya akan nasihat-nasihat kiai itu, karena nasihat-nasihat iyu diambil dari ajaran Al-Quran
Dasar kepercayaan itu adalah kebenaran. Ada jeis pengetahuan yang dimiliki seseorang, bukan karena merupakan hasil penyelidikan sendiri, melainkan diterima oleh orang lain. Kebenaran pengetahuan yang didasarkan atas orang lain itu dapat dipercaya. Yang diselidiki bukan lagi masalahnya, melainkan orang yang memberitahukan itu dapat dipercaya/tidak. Pengetahuan yang diterima dari orang lain atas kewibawaannya itu disebut kepercayaan. Makin besar kewibawaan yang member tahu mengenai pengetahuan itu makin besar kepercayaannya. Jika tidak ada persesuaian antara putusan dan obyeknya yang diketahui, maka ada dua kemungkinan:
1.Orang yang mengutarakan putusan itu keliru
2.Orang yang mengutarakan itu sengaja mengatakan yang tidak sesuai dengan realitas yang diketahuinya dan karenanya juga tidak sesuai dengan keyakinannya.adapun tindakan itu disebut bohong/dusta.
Kekeliruan adalah  bukan obyek etika dank arena kekeliruan orang tidak dianggap buruk, lain halnya berdusta/bohong adalah tindakan etis yang buruk. Jelas kebenaran/tidak kebenaran itu timbul dari manusia. Berbagai kepercayaan dan usaha meningkatkannya kepercayaan dapat dibedakan atas:
1.Kepercayaan pada diri sendiri
Perlu ditanamkan dalam setiap pribadi manusia. Percaya pada diri sendiri pada hakikatnya percaya pada Tuhan yang maha esa. Percaya pada diri sendiri, menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu mengerjakan yang diserahkan/dipercayakan kepadanya.
2.Kepercayaan pada orang lain
Percaya pada orang lain itu dapat berupa percaya kepada saudara, orang tua, guru, atau siapa saja. Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya terhadap kata hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hati/terhadap kebenarannya.
3.Kepercayaan kepada pemerintah
Berdasarkan pandangan theokratis menurut buku etika filsafat tingkah laku karya Prof. I.R. Poedjawiyatna, Negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memimpin dan memerintah bangsa manusia/setidaknya Tuhan adalah pemilik kedaulatan sejati, karena semua adalah ciptaan Tuhan. Semua pengemban kewibawaan, terutama pengemban tertinggi yaitu raja, langsung dikaruniai kewibawaan oleh Tuhan, sebab langsung dipilih oleh Tuhan pula (kerajaan). Pandangan demokratis mengatakan bahwa kedaulatan adalah dari rakyat (kewibawaan pun dari rakyat. Rakyat adalah Negara, rakyat itu menjelma pada Negara. Satu-satunya realitas adalah Negara). Manusia sebagai seorang individu tak berarti. Orang mempunyai arti hanya dalam masyarakat, Negara. Hanya negaradalam keutuhan yang ada, kedaulatan mutlak pada Negara, Negara demikian itu di sebut Negara totaliter.
4.Kepercayaan kepada Tuhan
Kepercayaan kepada Tuhan yang maha esa itu sangat penting, karena keberadaan manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercauaan itu sangat penting, karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya. Berbagai usaha dilakukan manusia untuk meningkatkan rasa percaya kepada Tuhannya. Usaha itu  tergantung kepada pribadi, kondisi, situasi dan lingkungan. Usaha itu anatara lain:
A. Meningkatkan ketakwaan kita dengan jalan meningkatkan ibadah kita
B.  Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat
C.  Meningkatkan kecintaan kita kepada sesame manusia dengan jalan suka menolong, dan dermawan,   
D. Mengurangi nafsu pengumpulan harta yang berlebihan
E.  Menekan perasaan negatif seperti iri, dengki, dan fitnah.


Sumber : Buku ilmu budaya dasar.  Drs.Joko Tri Prasetya,dkk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar