1.     
Berbagai
contoh dalam kehidupan
Beberapa
ilustrasi mengenai penderitaan yang sekaligus disertai dengan harapan untuk
bebas dari penderitaan, adalah sebagai berikut:
A. Penderitaan
yang dialami oleh seorang ibu yang sudah saatnya bersalin. Rasa sakit yang
dialami sering dilukiskan oleh ibu sebagai seribu rasa sakit berpadu dalam satu
saat. Pada saat itu, yang diharapkan oleh ibu adalah kelahiran anaknya,
laki-laki/perempuan, dalam keadaan hidup dan sehat, dapat melengking tangis
yang kuat selanjutnya, ibu itu berharap agara ia dapat mendekapkan anaknya yang
baru lahir di dada sebelah kirinya, disusuinya, ditempelkan di dadanya supaya
degup jantung ibunya didengarkan oleh anaknya, demikianlah harapan ibunda
terhadap anaknya dengan penuh kasih dan sayang.
B.  Penderitaan
yang dialami oleh orang yang sakit. Ia pergi berobat ke dokter/kepada orang
yang dianggapnya dapat mengobatinya, dengan harapan agar ia dapat pulih
kesehatannya dan dapat hidup wajar sebagai mana layaknya anggota masyarakat
yang lain.
C.  Penderitaan
para pejuang kemerdekaan. Dengan menerjunkan diri ke kancah pejuang untuk
merebut kemerdekaan, sebenarnya pejuang itu “menjerumuskan diri” ke dalam
penderitaan.
D. Penderitaan
yang dialami oleh pelajar/mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa sebenarnya adalah
orang yang mau dan bersediahidup menderita. Meskipun demikian, di balik
penderitaan itu mereka mempunyai harapan untuk dapat menempuh hidup di dunia
dengan cara dan langkah yang baik. Mereka mempertaruhkan daya, tenaga, dan dana
untuk mendapatkan nilai tambah bagi kehadirannya dalam hidup bersama di dunia
ini. Mereka berharap agar dalam masa dewasanya dicapainya kenikmatan yang lebih
tinggi kadanya ketimbang yang tidak menempuh kehidupan sebagai
pelajar/mahasiswa.
E.  Perjaka/gadis
yang memasuki periode perkembangan jasmani dan rohani tertentu. Hamper semua
aktifitas perjaka/gadis itu diorientasikan untuk menciptakan kebaikan suasana
pada perjumpaan dengan kekasihnya. Meskipun dalam perjalanan untuk menciptakan
suasana yang serba menyenangkan itu tidak kecil kemungkinannya dijumpai ha-hal
yang “menyakitkan” yang menyebabkan timbulnya penderitaan.
2.     
Nilai-nilai
budaya sebagai tolak ukur harapan    
Dalam
hasil sastra jawa, misalnya terdapat nilai budaya yang meliputi:
A.Nilai
kejuangan dan semangat pengorbanan
B.Nilai-nilai
kerumahtanggaan dan 
C.Nilai-nilai
kemandirian kaum wanita. 
Karya-karya
yang memuat nilai-nilai kejuangan di antaranya adalah serat sewaka, serat
wirawiyata, serat panitipraja, serat piwulang bejik, serat margawireja, dan
serat wedhawara. Yang berkaitan dengan nilai-nilai kerumahtanggaan misalnya:
serat panitibaya, dan serat yajnyasusila. Sedangkan yang bertalian dengan nilai
kemandirian kaum wanita adalah serat warayagnya, dan serat rajabrana.  Nilai kejuangan yang dijadikan tolak ukur dan
selanjutnya diharapkan agar dimiliki oleh calon warga masyarakat di antaranya:
A.Kesetiaan
B.Kesungguhan
C.Pengutamaan
untuk mengabdi pada tugas
D.Pemberian
nilai kepada setiap jenis pekerjaan
E.
Disiplin, dan
F.Watak
pejuang.
Nilai-nilai
kerumahtanggaan yang diharapkan berkembang di dalam setiap keluarga adalah:
A.Dibentuk
melalui proses pernikahan menurut agama
B.Hubungan
suami dan isteri yang berdasarkan cinta kasih
C.Jati
diri suami berdasarkan watak yang baik, benar dan mantap
D.Jati
diri isteri berdasarkan watak yang baik, benar dan mantap
E.Hubungan
antara orang tua dan anak menurut kewajiban dan hak masing-masing, dan
F.
Pembinaan keluarga kearah kehidupan yang sejahtera dan bahagia.
Adapun
nilai-nilai kemandirian kaum wanita yang diharapkan dapat oleh setiap individu
wanita adalah yang bertalian dengan sifat-sifat sebagai berikut:
A.Kemampuan
menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas, dengan penuh konsentrasi, dan tekun
B.Hemat
dan mampu merawat, tidak menggunakan kata-kata lekoh dalam berkomunikasi,
setiap tindakan harus berdasarkan rencana yang matang dan cermat, menjauhkan
diri dari perbuatan yang sia-sia, dan senantiasa berusaha mendudukan setiap
masalah pada proporsi dengan tepat, serta dapat melandasi setiap perilakunya
dengan penuh berwatak pandai memelihara dan menjaga sesuatu yang harus
dipertanggung-jawabkan.
C.Tidak
lengah dan dapat mengatur pengelolaan rumah tangganya
D.Dengan
cepat dapat menyelesaikan pekerjaan, terampil, segera memulai pekerjaan yang
diserahkan kepadanya, tidak ragu-ragu dalam menyelesaikan tugas
E.Penuh
konsentrasi dan teguh dalam pendirian, serta penuh prakarsa, dan
F.Bersemangat
dan tidak mengenal putus asa
Nilai-nilai
kejuangan, kerumahtanggaan, dan kemandirian kaum wanita yang diharapkan dalam
kebudayaan tersebut, di dalam hasil sastra jawa diberi istilah sebagai berikut:
1.Mantep,
tenan, taberi (mantap, serius, tekun)
2.Patitis
(telita, cermat)
3.Satuhu
(setia)
4.Nasiti,
ngati-ati, merak ati (berencana, berhati-hati, manarik)
5.Mawa
denga lawan watara (penuh perhitungan)
6.Mantep
suci ing kalbu (mantap dan berhati suci)
7.Den
watak amba, den gedhe pengapurane (sabar dan pemaaf)
8.Basanira
den manis arum (berbahasa dengan baik)
9.Wajib
anggulan semedi lang enget kang sampun dadi tuladha (wajib menunaikan ibadah
dan senantiasa mengacu kepada tokoh teladan)
10.  Pratikele
wong akrami among ati pawitane (pranata keluarga yang dibangun dengan
perkawinan hanya bermodal niat iktikad, cipta, rasa, dan karsa)
11.  Bobot,
bebet, bibit, warna, brana, wibawa, pambeka, yogyane kawikana sebagai landasan
pemilihan jodoh (sebaiknya memenuhi syarat: berpengetahuan, berkelakuan baik,
sehat jasmaniah, dan rohaniah, berparas baik, bernafkah, dihormati dan
berkarakter)
12.  Sregep,
pethel, tegen, wekel, penagti-ati sebagai syarat untuk melestarikan rumah
tangga  (rajin berkerja, tidak menjadi
sumber kemarahan, memberikan kepuasan pihak yang berhak memimpin dan memberi
amanat dapat dipercya, senantiasa menghindarkan diri dari kesalahan)
13.  Aja
kereng drengki lan cengkiling, an aja ngrusak barang (hindarkan tabiat pemarah,
cemburuan, dan suka memukul, dan janganlah merusak barang milik)
14.  Tumrap
kakung: teguh, tanggon, tanggup (bagi pria: berbadan sehat dan suka bekerja
keras/berat, tidak mudah terpengaruh/gugup/emosi, dapat bertindak sebagai
pelindung)
15.  Tumrap
pawestri: merak, ati, gumati, luluh (bagi wanita/isteri: rapi/bersih, bekerja
dengan penuh konsentrasi, tekun dan tuntas arif sebagai pendidik)
16.  Tmrap
anak: wedi trusing ati marang wong tuwane, serta marang gurune, ora madal
parentah lan mumpung kara, ora nyatur bapa buyung lan ngalem awaki dhewe (bagi
anak: dengan ikhlas mentaati orang tua, gurunya, tidak membantah/menolak
nasihat tetapi jika memang ada hal-hal yang tidak disetujui disampaikan apabila
terbukti bahwa nasihat tersebut ternyata tidak benar, dan tidak mempergunjing
ayah dan ibunya memuji kebaikan dirinya)
17.  Gelaring
pembudi nut ing jaman kelakone, rigen, gemi, nastiti, weruh etung, taberi
tetanya, nyegah kayun, nemen ing seja, aja tuman utang silih, luwih lara
laraning ati ora kaya wong tininggal arta kang wis ilang piyandele, lipure mung
yen turu, lamun tangi sungkawa malih (dapat menyesuaikan diri, mampu
menyelesaikan tugas/pekerjaan dengan baik dan hingga berhasil. Hemat, cermat,
tahu akan perhitungan, rajin bertanya untuk menambah pengetahuan, mencegah
kehendak yang menjurus kepada pengorbanan nafsu, bersungguh-sungguh dalam
mencapai cita-cita, tidak membiasakan berhutang yang berakibatkan menjauhkan
ketentraman.
3.     
Makna
Harapan
Harapan
berasal dari kata harap artinya keinginan supaya sesuatu terjadi. Yang
mempunyai harapan/keinginan itu hati. Putus harapan berarti putus asa. Untuk
mewujudkan harapan itu harus disertai usaha sesuai dengan apa yang diharapkan.
Meskipun sudah berusaha keras pun kadang-kadang harapan itu belum tentu
terwujud. Misalnya, apakah budi pasti dapat nilai A, belum tentu. Apakah pasti
hasil yang diperoleh mang udin kelak sesuai dengan harapannya, juga belum
pasti. Tuhanlah yang menentukan. Manusia sekadar berusaha. Harapan artinya
keinginan yang belum terwujud. Setiap orang mempunyai harapan. Tanpa harapan
manusia tidak ada artinya sebagai manusia. Manusia yang tak mempunyai harapan
berarti tak dapat diharapkan lagi. Menurut kodratnya dalam diri manusia ada dorongan,
yakni dorong kodrat dan dorongan hidup. Dorongan kodrat itu ialah menangis,
tertawa, berpikir, berkata, bercinta, dan mempunyai keturunan. Kebutuhan hidup
ialah kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani ialah pangan, sandang,
dan papan sedangkan kebutuhan rohani meliputi kebahagiaan, kesejahteraan,
kepuasan, dan hiburan. Dalam mencukupi kebutuhan itu baik kebutuhan kodrat
maupun kebutuhan hidup manusia tidak dapat mencapai sendiri, melainkan harus
dengan bantuan orang lain. Lima macam kebutuhan manusia itu ialah:
1.Harapan
untuk memperoleh kelangsungan hidup
2.Harapan
untuk memperoleh keamanan
3.Harapan
untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai
4.Harapan
memperoleh status/untuk diterima/diakui lingkungan
5.Harapan
untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita 
4.     
Makna
Kepercayaan
Kepercayaan
berasal dari kata percaya artinya mengakui/meyakini akan kebenaran. Kepercayaan
adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan/keyakinan akan kebenaran. Ada
ucapan yang sering kita dengar:
1.Ia
tidak percaya pada diri sendiri
2.Saya
tidap percaya ia berbuat seperti itu/berita itu kurang dapat dipercaya akan
kebenarannya
3.Kita
harus percaya akan nasihat-nasihat kiai itu, karena nasihat-nasihat iyu diambil
dari ajaran Al-Quran 
Dasar
kepercayaan itu adalah kebenaran. Ada jeis pengetahuan yang dimiliki seseorang,
bukan karena merupakan hasil penyelidikan sendiri, melainkan diterima oleh
orang lain. Kebenaran pengetahuan yang didasarkan atas orang lain itu dapat
dipercaya. Yang diselidiki bukan lagi masalahnya, melainkan orang yang
memberitahukan itu dapat dipercaya/tidak. Pengetahuan yang diterima dari orang
lain atas kewibawaannya itu disebut kepercayaan. Makin besar kewibawaan yang
member tahu mengenai pengetahuan itu makin besar kepercayaannya. Jika tidak ada
persesuaian antara putusan dan obyeknya yang diketahui, maka ada dua
kemungkinan:
1.Orang
yang mengutarakan putusan itu keliru
2.Orang
yang mengutarakan itu sengaja mengatakan yang tidak sesuai dengan realitas yang
diketahuinya dan karenanya juga tidak sesuai dengan keyakinannya.adapun
tindakan itu disebut bohong/dusta.
Kekeliruan
adalah  bukan obyek etika dank arena
kekeliruan orang tidak dianggap buruk, lain halnya berdusta/bohong adalah
tindakan etis yang buruk. Jelas kebenaran/tidak kebenaran itu timbul dari
manusia. Berbagai kepercayaan dan usaha meningkatkannya kepercayaan dapat
dibedakan atas:
1.Kepercayaan
pada diri sendiri
Perlu
ditanamkan dalam setiap pribadi manusia. Percaya pada diri sendiri pada
hakikatnya percaya pada Tuhan yang maha esa. Percaya pada diri sendiri,
menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu mengerjakan yang
diserahkan/dipercayakan kepadanya.
2.Kepercayaan
pada orang lain
Percaya
pada orang lain itu dapat berupa percaya kepada saudara, orang tua, guru, atau
siapa saja. Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya terhadap kata
hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hati/terhadap kebenarannya.
3.Kepercayaan
kepada pemerintah
Berdasarkan
pandangan theokratis menurut buku etika filsafat tingkah laku karya Prof. I.R.
Poedjawiyatna, Negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memimpin dan
memerintah bangsa manusia/setidaknya Tuhan adalah pemilik kedaulatan sejati,
karena semua adalah ciptaan Tuhan. Semua pengemban kewibawaan, terutama
pengemban tertinggi yaitu raja, langsung dikaruniai kewibawaan oleh Tuhan,
sebab langsung dipilih oleh Tuhan pula (kerajaan). Pandangan demokratis
mengatakan bahwa kedaulatan adalah dari rakyat (kewibawaan pun dari rakyat.
Rakyat adalah Negara, rakyat itu menjelma pada Negara. Satu-satunya realitas
adalah Negara). Manusia sebagai seorang individu tak berarti. Orang mempunyai
arti hanya dalam masyarakat, Negara. Hanya negaradalam keutuhan yang ada,
kedaulatan mutlak pada Negara, Negara demikian itu di sebut Negara totaliter. 
4.Kepercayaan
kepada Tuhan
Kepercayaan
kepada Tuhan yang maha esa itu sangat penting, karena keberadaan manusia itu
bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti
keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercauaan itu sangat penting, karena
merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya.
Berbagai usaha dilakukan manusia untuk meningkatkan rasa percaya kepada
Tuhannya. Usaha itu  tergantung kepada
pribadi, kondisi, situasi dan lingkungan. Usaha itu anatara lain:
A. Meningkatkan
ketakwaan kita dengan jalan meningkatkan ibadah kita
B.  Meningkatkan
pengabdian kepada masyarakat 
C.  Meningkatkan
kecintaan kita kepada sesame manusia dengan jalan suka menolong, dan dermawan,   
D. Mengurangi
nafsu pengumpulan harta yang berlebihan
E.  Menekan
perasaan negatif seperti iri, dengki, dan fitnah.
Sumber : Buku ilmu
budaya dasar.  Drs.Joko Tri Prasetya,dkk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar